Jumat, 24 April 2009

anakUI.com vs Kaskus

Citizen Journalism

(anakUI.com vs Kaskus)

anakUI com adalah sebuah komunitas atau forum mahasiswa Universitas Indonesia(UI) yang pertama di dunia maya. anakUI.com memberikan mahasiswa UI ruang gerak untuk mengekspresikan seluruh keluh kesahnya tentang apapun yang berkaitan atau berkenaan langsung dengan UI. Dalam hal ini, seluruh mahasiswa dapat menulis segala informasi yang ingin dibaginya dan membuka ruang diskusi di dalamnya. Di sini, seluruh anak UI bisa menunjukkan core competence-nya, mempublikasikan kegiatan kemahasiswaan yang sedang atau akan dilaksanakan, dan mengekspresikan gagasannya. Selain itu, seluruh anak UI dapat menjalin silaturahmi, bertukar informasi, sharing pemikiran, berkaitan dengan UI tentunya.

anakUI.com berisi berbagai macam artikel, berita, informasi, publikasi kegiatan, opini, serta tulisan-tulisan anakUI. anakUI.com juga memfasilitasi kita untuk berinteraksi dan bertukar nformasi dengan mudah melalui forum diskusinya. Tulisan-tulisan dalam anakUI.com dapat berupa informasi-informasi kegiatan kemahasiswaan, prestasi mahasiswa UI, opini tentang suatu permasalahan, kritik saran mengenai kebijakan kampus, dan lain-lain yang pastinya berhubungan dengan UI.

Sebagai forum yang mewadahi ekspresi anak UI, anakUI.com memberikan kesempatan bagi berkembangnya citizen journalism. Citizen journalism yang kita kenal sebagai bagian dari dunia jurnalistik. Di mana ide maupun gagasan seseorang tertuang dalam sebuah forum, wadah, atau komunitas yang memiliki tujuan utama untuk mengembangkan daya kreatifitas, dari mereka, oleh mereka, dan untuk kepentingan bersama. Suatu wadah yang sangat baik untuk menjalin komunikasi secara komunal lewat dunia maya.

Namun, terkadang kreatifitas dan kebebasan berekspresi yang ada tidak selaras dengan muatan atau dapat dibilang ide-ide yang ada terlalu liar. Walaupun saya tahu betul bahwa seluruh tulisan-tulisan yang ada telah disortir terlebih dahulu, tetapi sayangnya wacana-wacana yang terlempar cenderung memberikan efek diskusi panas (meski tidak selalu). Citizen yang terlalu setipe (hanya orang-orang yang concern) secara umum cenderung ‘menyerang’ birokrat atau kinerja BEM. Dan poin penting yang saya catat ketika beberapa kali melihat situs ini adalah kebanyakan opini dibandingkan daripada liputannya, jadi lebih banyak kritikan yang sifatnya sangat subjektif.

Tetapi, pada akhirnya ini menjadi keunggulan bagi anakUI.com sendiri, melalui situs ini, anak UI menjalankan fungsi controlling-nya sebagai kritikan atas kinerja petinggi-petinggi di UI yang sulit tersentuh oleh ranah luar (wartawan luar). anakUI.com sangat efektif dalam pembentukan opini publik karena orang-orang yang berkontribusi di dalamnya biasanya orang-orang yang strategis dan punya kepentingan. Sedangkan bagi anak UI yang tidak memiliki kepentingan di dalamnya atau memang tidak memiliki minat sama sekali terhadapnya cenderung hanya sebagai pengunjung sejati untuk sekedar up date berita atau sama sekali tidak peduli dengan hal-hal tersebut. Hal yang wajar terjadi di dalam berbagai media.

Serupa dengan hal tersebut, kaskus sebagai sebuah forum komunitas maya terbesar Indonesia yang lahir pada 6 November 2000 oleh tiga pemuda asal Indonesia yang sedang melanjutkan studi di Seattle, Amerika Serikat[1] telah menjadi situs yang begitu membumi. Di mana semua orang bebas untuk mengekspresikan pendapat-pendapatnya lewat forum ini. Situs ini dikelola oleh PT. Darta Media Indonesia.[2] Anggotanya, yang berjumlah lebih dari 800.000, tidak hanya berdomisili dari Indonesia namun tersebar juga hingga negara lainnya. Pengguna Kaskus umumnya berasal dari kalangan remaja hingga orang dewasa.

Sama halnya dengan anakUI.com, topik-topik di kaskus yang cukup ‘nyentil’ memberikan keunikan tersendiri terhadap situs ini, terutama keunggulan dalam forum jual-belinya. Sebagaimana hal tersebut, opini-opini yang bermunculan baik di kaskus maupun di anakUI.com sangat mengena sesuai dengan topik yang sedang dibahas. Tetapi, yang perlu digarisbawahi adalah bahwa terkadang kedua situs ini sering ‘kebobolan’ dalam mengkonfrontir opini atau kritikan yang masuk, sehingga tidak jarang kita sering menemukan opini-opini yang ujung-ujungnya hanya ingin menghina atau menghujat. Sebuah hal yang saya pikir wajar saja terjadi pada forum atau komunitas yang sifatnya dari dan untuk semua ini. Dan tiada gading yang tak retak, semua yang mempunyai kelebihan pasti memiliki kekurangan.

Waallahu’alam bishowaab...



[1]Kaskus Takkan Pernah Dijual”, Kompas, 19 Agustus 2008

[2] Yuliastuti, Dian, “ Kaskus Targetkan Pendapatan Iklan Rp. 2-3 Miliar”, Tempo Interaktif, 19 Agustus 2008

Senin, 13 April 2009

Sebuah Catatan Kritis Pemilu 2009

Sebuah Catatan Kritis Pemilu 2009:

Evaluasi Pemilu dari Masa ke Masa

serta Analisa Pemilu 2009

(Studi Kasus: TPS 110 Kelapa Dua Cimanggis-Depok)


Pemilihan umum (pemilu) merupakan salah satu sarana demokrasi. Pesta demokrasi yang merupakan perwujudan tatanan kehidupan negara dan masyarakat yang berkedaulatan rakyat, pemerintahan dari dan untuk rakyat. Melalui pemilu, setidaknya dapat dicapai tiga hal. Pertama, lewat pemilu kita dapat menguji hak-hak politik rakyat secara masif dan serempak.Kedua, melalui pemilu kita dapat berharap terjadinya proses rekrutmen politik secara adil, terbuka, dan kompetitif. Ketiga, dari pemilihan umum kita menginginkan adanya pola pergiliran kekuasaan yang damai.[1]

Pemilu di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Namun, setelah amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rezim pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu.


Evaluasi Pemilihan Umum Dari Masa ke Masa


Pemilihan Umum 1955

Pemilu 1955 ditandai oleh adanya masa persiapan yang cukup. Dalam penyelenggaraan pemilu demokratis pertama dalam sejarah Indonesia modern ini, waktu tidak menjadi kendala teknis dan politis. Yang lebih menjadi kendala adalah dinamika politik masa itu – dalam kerangka demokrasi parlementer yang dicirikan oleh jatuh bangunnya pemerintahan secara kerap serta absennya stabilitas pemerintahan secara umum – yang membatasi kelancaran persiapan pemilu. Pemilu 1955 sendiri diikuti oleh partai lokal, organisasi nonpartai, bahkan perorangan yang juga diperbolehkan ikut serta dalam pemilu. Pemilu yang diikuti lebih dari 29 partai politik ini telah berlangsung sangat terbuka dan kompetitif. Dari pemilu tersebut dihasilkan empat partai besar, yang perolehan suaranya cukup berimbang, yaitu PNI (22,3%), Masyumi (20,9%), NU (18,4%), dan PKI (16,4%).

Sekalipun begitu, Pemilu 1955 tak steril dari sejumlah persoalan. Pengawasan dan pemantauan pemilu belum dikenal. Kepanitiaan pemilu juga relatif bermasalah akibat besarnya keterlibatan pemimpin daerah dan birokrasi di dalamnya. Ini melahirkan sejumlah (kecil) praktik tak adil dan mobilisasi mengingat umumnya pegawai birokrasi berafiliasi dengan PNI. Pemilu 1955 juga tidak mampu melahirkan sebuah partai dominan yang mampu membentuk sebuah pemerintahan yang efektif.


Pemilihan Umum 1971-1992

Enam Pemilu Orde Baru (1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997) sama sekali tidak bisa dijadikan pembanding dalam analisis mengenai “pemilu yang demokratis”. Ketiga tujuan pemilu di atas dan hampir seluruh kriteria pemilu demokratis tidak terpenuhi oleh enam pemilu masa Orde Baru itu, kecuali sebuah kriteria teknis: Pemilu diadakan secara berkala, setiap 5 tahun sekali. Pertama, rakyat tidak diberikan kebebasan untuk membentuk partai sesuai hati nurani karena adanya kebijakan restrukturisasi partai politik pada tahun 1970-an. Kedua, terjadi proses mobilisasi pemilih untuk memenangkan kekuatan politik pemerintah: Golkar. Ketiga, terjadinya proses “deparpolisasi” karena kebijakan “massa mengambang” yang hanya berlaku bagi PPP dan PDI bukan Golkar.

Pemilu-pemilu itu diadakan dalam kerangka sistem kepartaian hegemonik (hegemonic party systems) yang hanya memberi peluang hidup bagi satu partai milik penguasa: Golkar, sementara dua partai lainnya hanya menjadi pelengkap dan penderita. Pemilu diadakan dengan cirri-cirinya yang khas: manipulasi, mobilisasi, represi, dan predictability (pemenangnya sudah bisa kita ketahui sebelum pemilunya sendiri berlangsung) serta kekuasaan tersentralisasi di tangan Presiden Soeharto (stabilitas politik sebagai upaya konsisten mempertahankan status quo.


Pemilihan Umum 1999

Pemilu 1999 dilakukan untuk mengatasi krisis politik setelah Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998. Pemilu yang diadakan di tengah “euforia reformasi” ini ditandai dengan meledaknya partisipasi politik. Meskipun masa persiapannya tergolong singkat, pelaksanaan pemungutan suara pada Pemilu 1999 yang diprediksikan dan dikhawatirkan oleh banyak pihak sebelumnya tidak akan terlaksana dengan baik ternyata dapat terlaksana dengan damai, tanpa ada kekacauan yang berarti. Pemilu 1999 jauh lebih demokratis dibanding pemilu-pemilu Orde Baru, tapi dengan sejumlah kelemahan: partai lokal tak diizinkan berdiri, sistem pemilu proporsional tertutup (kita memilih tanda gambar bukan orang) membuat mereka yang terpilih tak terikat tanggung jawab pada pemilih melainkan pada partainya belaka (jadilah DPR dan DPRD seperti yang kita miliki sekarang), tak tersedia waktu cukup bagi semua eksponen (pemilih, partai, panitia, pengawas, dan pemantau) untuk menyiapkan dan menyelenggarakan pemilu secara layak, dan ada kelangkaan calon-calon pejabat yang berkualitas. Dengan segenap cacatnya itulah Pemilu 1999 membuat sebagian harapan masyarakat tak terpenuhi.

Pemilihan Umum 2004

Pemilu 2004 adalah pemilu pertama yang memungkinkan rakyat untuk memilih presiden secara langsung, dan cara pemilihannya benar-benar berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pada pemilu ini, rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden (sebelumnya presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR yang anggota-anggotanya dipilih melalui Presiden). Selain itu, pada Pemilu ini pemilihan presiden dan wakil presiden tidak dilakukan secara terpisah (seperti Pemilu 1999) -- pada pemilu ini, yang dipilih adalah pasangan calon (pasangan calon presiden dan wakil presiden), bukan calon presiden dan calon wakil presiden secara terpisah. Pemilu 2004 masih dilekati sejumlah cacat: UU yang bermasalah, sistem pemilu yang bisa kembali menjadi tertutup (partai dan bukan pemilih yang akhirnya menentukan siapa yang terpilih), partai lokal tak dibolehkan, kandidat tak layak dan bermasalah masih banyak, persiapannya sangat sempit, penggunaan dananya belum efisien dan efektif, sosialisasinya sangat lambat, dan seterusnya.

Analisa Pemilihan Umum 2009

Pemilu 2009 yang berlangsung pada tanggal 9 April 2009 sekali lagi telah menorehkan sejarah baru dalam transformasi pemerintahan di Indonesia. Puluhan ribu calon legislatif memperebutkan kursi panas di Senayan. Banyak hal yang kemudian menjadi sorotan dan dianggap sebagai kelemahan pemilu 2009. Kelemahan-kelemahan tersebut bersifat substantif maupun teknis.

Secara substantif, beberapa hal yang menjadikan pemilu 2009 memiliki kelemahan. Pertama, aturan Pemilu kali ini sangat tidak stabil alias suka berubah-ubah diluar kewenangan KPU, misalnya soal terbitnya Perpu dan putusan MK yang semuanya substansial yaitu pergantian tata cara pemungutan suara dari coblos menjadi contreng. Baik Pemilu 2004 maupun Pemilu 2009 sama-sama memiliki kendala sempitnya waktu persiapan penyelenggaraan pemilu karena undang-undang yang menjadi dasar penyelenggaraan terbit kurang dari 1,5 tahun dari tanggal pemungutan suara. Padahal, idealnya waktu persiapan penyelenggaraan sekitar dua tahun. Kedua, pengaturan untuk Pemilu 2009 jauh lebih rumit, terutama terkait suara terbanyak yang bisa memicu sengketa antarpartai, antarcaleg. Ketiga, dilihat dari partai peserta Pemilu, kali ini jumlahnya terbanyak dalam sejarah yaitu 44 partai 38 partai nasional dan 6 partai lokal. Keempat, pada saat yang bersamaan apatisme rakyat meluas, karena melihat partai-partai politik mempertunjukkan sikap yang tidak sportif ditambah kondisi kesulitan ekonomi. Kelima, citra negatif KPU yang diwariskan dari carut marutnya penyelenggaraan pilkada sebelumnya.

Selain diliputi masalah-masalah yang sifatnya substantif, pemilu 2009 juga tak luput dari masalah teknis. Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary di KPU mengungkapkan ada 7 permasalahan dalam pemilu 2009 yakni kurang akuratnya data pemilih, tidak memenuhi persyaratannya calon legislatif, permasalahan parpol internal KPUD yang kurang transparan dan tidak adil terhadap calon-calonnya, dugaan money politics, pelanggaran masa kampanye, dan penghitungan kurang akurat.

Studi kasus yang saya lakukan di TPS 110, TPS tempat saya melakukan pencontrengan di Daerah Kelapa Dua, Cimanggis-Depok, saya banyak menemukan ketidakberesan dalam penyelenggaraan pemilu 2009. Sehari sebelum pelaksanaan pemilu saya baru mendapatkan undangan untuk mencontreng di TPS 110. Ironisnya, saya mendapatkan dua undangan untuk mencontreng di dua TPS yang berbeda yaitu TPS 109 dan TPS 110, pada TPS 110 nama yang tercantum dalam undangan tersebut sesuai dengan nama saya yaitu Wilis Windar Astri sedangkan undangan pada TPS 109 nama yang tercantum adalah Wilis. Hal ini membuat saya mengelus dada, betapa tidak, masalah-masalah teknis seperti ini seharusnya tidak terjadi dalam pesta demokrasi yang memakan uang rakyat ini. Selain itu, permasalahan serupa juga terjadi pada kakak saya, namun dalam hal ini kakak saya jusru tidak mendapatkan undangan untuk mencontreng. Sungguh ironis, dalam satu keluarga saja, ada yang terdata sebagai pemilih ada yang tidak terdata. Yang lebih parah lagi, tetangga saya sekeluarga tidak mendapatkan undangan untuk mencontreng. Sebuah potret buruk pemilu 2009. selain merugikan warga negara karena harus kehilangan hak pilihnya, penyelenggaraan pemilu ini juga secara tidak langsung meningkatkan angka golput, baik golput karena memang menganggap pemilu 2009 tidak akan membawa perubahan berarti maupun golput karena hal-hal yang sebenarnya tidak diinginkan.

Pada hari-H pencontrengan, dari pengamatan yang saya lakukan di TPS tersebut dapat saya pastikan bahwa suasana TPS pada saat itu jauh berbeda saat suasana pemilihan Gubernur Jawa Barat, begitu lengang, hanya terdapat anggota KPPS , beberapa saksi, dan beberapa warga yang ingin mencotreng. Pada saat tersebut saya juga menemukan kasus warga yang berkeinginan untuk mencoblos tapi tidak mendapatkan undangan untuk mencotreng dan ketika Ia mengkonfirmasinya dengan menunjukkan KTP kepada anggota KPPS, anggota KPPS tersebut tidak membolehkan warga yang namanya belum terdaftar sebagai pemilih. Anggota KPPS hanya mencatat nama orang tersebut untuk kemudian bisa didaftarkan untuk pemilihan Presiden mendatang. Sungguh mengecewakan sekali melihat realitas seperti ini. Pemilu yang seharusnya berjalan dengan restu dari rakyat malah harus ternodai dengan pemotongan hak rakyat untuk memilih wakil-wakil rakyatnya.

Selain itu, saya kecewa terhadap kinerja KPU terkait distribusi perolehan suara dari luar negeri, distribusi surat suara dan perlengkapan Pemilu, tambahan surat suara, larangan penggunaan fasilitas negara dalam kampanye dan jumlah serta macam parpol peserta Pemilu pada setiap daerah pemilihan yang sangat mungkin berbeda. Poin penting yang kemudian menjadi catatan bagi saya adalah bahwa pemilu itu hanya cara bukanlah tujuan, betapapun pemilu didisain sedemikian rupa agar elegan tetapi kalau itu menyulitkan dan mereka yang bertarung dalam pemilu tidak memiliki pemahaman dan sikap yang jelas serta bermain-main dengan nasib rakyat, maka pemilu itu saya pastikan gagal mewujudkan tatanan kehidupan negara dan masyarakat yang berkedaulatan rakyat, pemerintahan dari dan untuk rakyat.

Daftar Pustaka

Aliansi Jurnalis Independen. Bersikap Independen! Pedoman meliput di Masa Demokrasi Transisi. 1999. Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Sistem Pemilihan Umum di Indonesia: Sebuah Laporan Penelitian. 1998. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Mashad, Dhurorudin. Reformasi Sistem Pemilu dan Peran Sospol ABRI. 1998. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana

Prasojo, Eko. Demokrasi Di Negeri Mimpi: Catatan Kritis terhadap Pemilu 2004 dan Good Governance. Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI, Jakarta: 2005



[1] Indria Samego. Pemilu di Indonesia: Harapan dan Kenyataan dalam buku bersikap Independen! Pedoman Meliput Pemilu di Masa Demokrasi Transisi. 1999. Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen

Sabtu, 11 April 2009

Indonesiaku Malang

Indonesiaku Malang


Sudah bosan rasanya bicara tentang Indonesia

Negeriku tercinta kini telah rapuh..

Padahal dahulu Aku diceritakan kakekku tentang kebesaran negeriku

Tapi, sekarang Indonesiaku malang

Korupsi, kemiskinan, bencana alam

Menghampiri tanpa ampun

Seolah tak mau pergi

Seolah menjadi pertanda akan kehancuran negeri

Bosan...

Bosan...

Bosan...

Berkali-kali harus Ku ungkapkan kalau Aku bosan...

Bosan kalau Aku harus membicarakan keindahan negeriku

Yang di dalam keindahannya begitu carut marut

Masalah-masalah tak kunjung henti

Berserakan bagai sampah

Kalau ada yang memungutnya..

Aku sungguh salut

Masih ada yang peduli dengan Indonesiaku...

Kapan Indonesia berubah?

Oh, malang nian negeriku..

Indonesiaku malang...

Aku belum bisa berbuat banyak untukmu

Walau Aku bosan membicarakanmu

Tapi percayalah bahwa Aku ingin memberikan yang terbaik bagimu

Untuk Indonesiaku

Jangan sedih wahai Ibu Pertiwi...

Tunggu Aku di perbatasan Negerimu

Sambut Aku dengan peluk hangatmu dan dekap lembutmu

Aku kan berbuat untuk negeriku tercinta, Indonesia


gitacintanya wilis

Depok, 8 April 2009

Wahai pemilik jiwa...

Wahai pemilik jiwa...



Gemericik suara membawa jiwa

Rapuh oleh peluh

Tetesan embun membasahi peraduan

Sejuk lagi menyegarkan

Aku melantunkan segenap harap kala pertanyaan itu hadir

Meletup dan kian keras bergemuruh


Seketika itu aku bersimpuh

Dengan segala keAkuanku

Dengan segala ketololanku

Dengan segala yang segalanya bukan milikku

Dan dengan itu aku bersenandung pilu..


Wahai pemilik jiwa...

Hidupku bagai garis lurus

Tak bisa kembali ke masa lalu

Tetapi hidupku juga berliku

Tak bisa menghindari indahnya romansa ujian dan kenikmatan itu


Wahai pemilik jiwa...

Hidupku bagai bulatan bola

Tiada berujung tiada pula berpangkal

Bagaimana aku mengakhirinya?

Aku ingin seindah sewaktu Aku terlahir dulu


Wahai pemilik jiwa...

Hidupku melangkah terus ke titik akhir

Bagaimana Aku bisa sampai di sana dengan kebahagiaan?

Aku tidak ingin menderita dalam murka


Wahai pemilik jiwa...

Hidupku terkadang sporadis

Mengapa harus begitu?

Padahal aku mau semuanya berjalan sesuai yang Aku mau


Wahai pemilik jiwa...

Argghhh...

Ragaku lelah!

Jiwaku mulai kosong!

Apa yang harus kulakukan?


Sang pemilik jiwa mendengar dan berseru

Wahai kamu yang bersimpuh padaKu...

Tidakkah kamu memperhatikan???

Untukmu telah Ku tundukkan langit dan bumi

Tidakkah kamu menyadarinya???

Semua ada untuk kepentinganmu

Tidakkah kamu mensyukurinya???

Atas segala kesempurnaan itu..

Lahir dan batin

Maka nikmatKu yang manakah yang Kau dustakan???


Tak sanggup Aku menahan tetes demi tetes air mata yang mengalir

Begitu deras, begitu hangat, dan begitu menggetarkan jiwa

Semua pertanyaan itu sirn a seketika

Tertiup dinginnya nuansa kala itu

Kata tak dapat terangkai

Atas makna yang telah terungkap

Begitu indah, lugas, dan menggoyahkan sisi humanis

Tak dapat terlihat

Tak dapat terbaca

Tapi dapat Aku rasakan


Wahai pemilik jiwa...

Terima kasih telah menjawab semua pertanyaan yang berkecamuk dalam hatiku...


gitacintanya wilis

Insiden antara Benci dan Cinta

Insiden antara Benci dan Cinta


menyesal daku terjerumus, merambah semakin terjal

memegang ku pada yang tak ingin ku jadikan sandaran

meraba semakin ku tak kuasa

meraih semua yang tak kuasa ku raih

kala cinta itu merambah makin melandai

kala insiden itu terjadi pada yang harusnya tak terjadi

kala api di hatinya berkobar terlalu besar

kala dirinya berubah padaku

namun cintaku padanya tak terhapus luka sesaat

menepis insiden 3 detik antara benci sesaat dan cintaku semusim

hati yang patah mungkinkah terikat kembali

mengapa keraguan itu datang padaku?

sikapnya semakin gugur meninggalkan semusim cintakku

cinta mungkin tlah pergi dan sayang mungkin terbaik baginya

namun tiada lain tiada bukan cintaku tak akan memudar

hanya karena insiden antara benci dan cinta

menyesal daku untuk kesekian kali

mengapa terus terjerembab dan terjatuh

memudarkan semua yang tak perlu pudar

membuatnya berubah 180° semakin menjauh dariku


gitacintanya Wilis

Depok, 27 Februari 2004


Minggu, 05 April 2009

Saya untuk Indonesia

Saya untuk Indonesia

Tidak semua yang kita hadapi dapat kita ubah, tetapi tidak ada sesuatu yang berubah sampai kita mau menghadapinya. Begitulah gambaran kehidupan kita, manusia sebagai makhluk sempurna yang dianugerahi kesempurnaan akal, pikiran, dan perasaan oleh Tuhan yang Maha Esa. Dengan akal dan pikiran, kita dapat menciptakan usaha, menghasilkan penyebab, dan menciptakan pilihan-pilihan. Kita menjadi produk dari bagaimana kita memilih untuk menjalani hidup dalam kehidupan ini. Apapun yang kita lakukan dalam kehidupan kita adalah pilihan-pilihan yang merupakan kesempatan yang tidak dapat kita hindari. Hasil dari pilihan-pilihan tersebut nantinya akan menjadi sesuatu hal yang mampu mengubah apapun yang berada di sekeliling kehidupan kita.

Semua prestasi tersebut adalah sebuah proses panjang yang pasti pernah kita alami dan mungkin akan berlangsung terus selama kehidupan kita di dunia. Sebuah hasil, akibat, dan konsekuensi logis atas usaha yang kita ciptakan, penyebab yang kita identifikasi, dan pilihan-pilihan yang kita ambil dalam hidup. Sebuah output atas hasil konversi dari berbagai artikulasi keinginan, agregasi pilihan-pilihan yang ada, dan penerapannya dalam kehidupan yang cepat atau lambat dan perlahan tapi pasti akan membawa perubahan dalam kehidupan kita.

Dalam sejarah panjang perjalanan kehidupan manusia di berbagai aspek atau bidang kehidupan, akal dan pikiran merupakan potensi luar biasa yang mampu membawa kita pada perubahan. Berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi informasi, dan lain sebagainya telah menjadi ajang pembuktian bagi manusia yang mampu memanfaatkan dan mendayagunakan potensi lewat karya cipta manusia. Coba kita tilik dan ingat kembali bagaimana sumbangan James Watt melalui temuan mesin uapnya telah menggelontorkan semangat baru bagi terciptanya Revolusi Industri atau jasa Thomas Alva Edison yang telah melahirkan berbagai temuan yang berguna bagi kemajuan peradaban manusia. Begitu pula dengan gagasan-gagasan para pemikir sosial seperti John Locke, Karl Marx, dan Adam Smith yang telah berperan besar bagi perkembangan dunia ekonomi, hukum, dan politik masa kini. Semua itu merupakan bentuk konkret betapa akal dan pikiran manusia merupakan potensi yang sangat luar biasa yang mampu memberikan perubahan dalam kehidupan manusia.

Pada dasarnya, potensi yang luar biasa tersebut juga dimiliki oleh setiap manusia. Namun sayangnya, tidak setiap manusia berkehendak dan mau bekerja keras untuk memanfaatkan dan mendayagunakan potensi tersebut. Padahal untuk mewujudkan prestasi diperlukan kerja keras, keuletan, dan ketangguhan di dalamnya. Suatu bangsa yang maju adalah cerminan dari berbagai potensi yang mampu membuahkan prestasi. Bangsa yang rakyatnya mau bekerja keras, ulet, dan tangguh dalam mewujudkan prestasi. Dan sebagai pengingat bahwa Tuhan sendiri tidak akan mengubah nasib suatu kaum atau bangsa, jika bangsa tersebut tidak mau berusaha untuk melakukan perubahan.


Saya, Pemuda dalam Gerakan Mahasiswa

Potensi merupakan suatu daya, kemampuan, atau kekuatan yang dimiliki oleh setiap manusia namun belum dimanfaatkan secara optimal. Menjadi tugas kitalah untuk kemudian mendayagunakan potensi tersebut agar menjadi manusia yang berpotensi dalam mewujudkan prestasi. Sebagai seorang individu yang menyadari bahwa mengenali potensi diri adalah langkah awal menuju kesuksesan. Saya selalu berupaya untuk memperluas dan memperdalam kesadaran mengenai berbagai kecenderungan dan kekhususan diri sendiri, baik yang telah teraktualisasi maupun belum.

Saya menyadari bahwa saya memiliki potensi-potensi yang belum atau telah saya kembangkan namun belum optimal. Misalnya saja, kegemaran saya untuk menuangkan ide-ide kreatif mengenai berbagai hal yang saya anggap penting untuk disikapi ke dalam tulisan-tulisan yang kemudian saya muat dalam blog pribadi saya. Namun, terkadang tulisan-tulisan tersebut tidak sepenuhnya dapat mengcounter kebutuhan saya untuk mengevaluasinya karena feedback atas ide-ide yang saya tuangkan tidak langsung saya terima pada saat yang sama. Hal ini kemudian menjadi pendorong bagi saya untuk dapat mengoptimalkan ide-ide yang telah saya tulis tersebut di dalam diskusi atau kajian. Sehingga saya dapat mengevalusi atau mengukur sejauh mana potensi saya.

Menyadari potensi tersebut, sebagai warga negara Indonesia dalam posisi saya sebagai mahasiswa, status yang saya sandang memberikan konsekuensi logis adanya hubungan timbal-balik antara status dan peran saya sebagai mahasiswa dalam masyarakat. Sebagai bagian yang hidup dan berada ditengah-tengah masyarakat, saya harus peka terhadap apa yang dialami dan dirasakan oleh masyarakat. Lewat potensi yang saya milikii, saya memiliki daya untuk menyatakan sikap atas situasi yang sedang dihadapi, memberikan alternatif solusi, atau sekedar melakukan pencerdasan atas problematika yang ada. Hal ini juga berkaitan dengan aktivitas saya sebagai mahasiswa atas tanggung jawab moral-sosial kemasyarakatan yang digantungkan oleh masyarakat kepada mahasiswa termasuk saya.

Semakin baiknya pemahaman tentang potensi diri, status, serta peranan saya sebagai mahasiswa, motivasi saya untuk terjun langsung berkontribusi untuk masyarakat dan lingkungan pun semakin kuat. Melalui wadah pergerakan kampus yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) 2009 saya berusaha untuk mengembangkan potensi diri sebagai bentuk kontribusi dan kepedulian saya terhadap masyarakat lewat gerakan mahasiswa. Carut marutnya kondisi Indonesia yang kian lama kian mengkhawatirkan, korupsi, bencana alam, krisis ekonomi, masalah kesejahteraan, dan pendidikan membutuhkan perhatian serius terutama dari saya sebagai generasi muda pewaris bangsa. Pemuda yang menjadi komponen bangsa yang paling strategis posisinya dalam memainkan proses transformasi karakter dan tata nilai di tengah-tengah derasnya liberalisasi informasi era globalisasi.

Kecintaan saya terhadap dunia pergerakan pemuda lebih lanjut lagi mendorong saya untuk memilih bergabung dalam Pusat Kajian dan Studi Gerakan (Pusgerak) BEM UI karena sesuai dengan wadah pengembangan potensi yang saya inginkan, juga sebagai wujud kepedulian terhadap gerakan pemuda yang cenderung statis dan sebagian telah jenuh tergerus oleh arus zaman yang begitu keras lantaran gerakan yang tak pernah mampu menembus dinding-dinding angkuh penguasa, isu yang tak pernah muncul di media, atau jenuh lantaran ideologinya sudah bertransformasi menjadi utopia kosong tak bermakna.

Tidak dapat dipungkiri, aktivitas saya di Pusgerak menguras banyak pemikiran. Hal ini terkait dengan fungsi utama Pusgerak untuk membuat Platform Gerakan BEM UI dan menjaga ritme gerakan BEM UI selain fungsi-fungsi lain terkait konsistensi ideologi (gerakan) dengan kemampuan untuk menjaga dan melestarikan aset-aset gerakan sehingga menjaga kualitas dari gerakan mahasiswa. Terlebih, saya mendapat amanah sebagai penanggung jawab rekayasa diskursus, di mana saya memiliki kewajiban untuk memberikan nuansa baru terhadap pergerakan mahasiswa yang mulai memudar dengan gerakan mahasiswa ala pop culture. Pusgerak melalui saya, berusaha mengembangkan sebuah gerakan cerdas yang dapat dengan mudah dicerna oleh kebanyakan masyarakat atau mahasiswa yang kurang concern atau bahkan tidak peduli dengan gerakan mahasiswa melalui jargon-jargon atau tagline pencerdasan yang menarik. Metode diskursus tersebut di antaranya berupa kaos, pin, atau stiker yang didalamnya terselip pencerdasan.

Selain itu, di Pusgerak BEM UI, saya merasakan potensi yang saya miliki dapat saya manfaatkan dan didayagunakan secara optimal. Kini, ide-ide yang saya miliki tidak hanya tertuang dalam bentuk tulisan melainkan dapat saya kembangkan dalam metode diskursus dan kajian-kajian komprehensif yang secara rutin diadakan, sehingga ada feedback langsung terhadap gagasan-gagasan saya selain memperluas wawasan dan sharing ide. Lebih lanjut lagi, aktivitas saya di Pusgerak menuntut saya untuk selalu berpikir, bernalar, dan bertindak dengan cerdas. Alhasil, saya benar-benar merasakan kalau di Pusgeraklah saya menemukan jati diri saya dan saya bersyukur bisa ada dan menjadi sebahagian kecil mahasiswa yang masih peduli terhadap gerakan mahasiswa, tonggak pergerakan pemuda Indonesia.

Berbekal potensi, aktivitas, dan semangat juang yang saya miliki melalui wadah Pusgerak BEM UI tersebut, saya ingin mewujudkan impian saya untuk membentuk sebuah koordinasi gerakan revitalisasi kebangsaan yang diarahkan terutama pada penguatan ketahanan masyarakat dan bangsa terhadap segenap upaya penyusupan pihak luar terhadap nilai-nilai budaya bangsa. Sebuah impian besar untuk Indonesiaku, di mana saya mendambakan pemuda-pemuda Indonesia bergerak bersama menyongsong penguatan karakter bangsa lewat pemahaman peran-peran generasi muda untuk membangun kembali karakter positif bangsa dengan menjunjung nilai-nilai moral di atas kepentingan-kepentingan sesaat sekaligus upaya kolektif untuk menginternalisasikannya pada kegiatan dan aktifitas pemuda sehari-hari. Generasi muda juga diharapkan mampu mengambil peran sebagai pemberdaya karakter atau character enabler. Bentuk praktisnya adalah kemauan dan hasrat yang kuat dari generasi muda untuk menjadi role model dari pengembangan karakter bangsa yang positif. Selain itu, generasi muda juga sebagai perekayasa karakter (character engineer) sejalan dengan perlunya adaptivitas daya saing untuk memperkuat ketahanan bangsa. Peran yang terakhir ini menuntut generasi muda untuk terus melakukan pembelajaran.

Sejauh ini, saya menyadari bahwa potensi dan aktivitas yang telah saya lakukan di Pusgerak BEM UI memang belum mampu mewujudkan impian saya untuk meredefinisi nasionalisme lewat peranan pemuda. Tetapi, poin penting yang perlu saya banggakan adalah bahwa saya merupakan sebagian dari banyaknya generasi muda yang masih peduli terhadap nasib bangsanya, saya ada untuk bangsa Indonesia. Potensi yang saya miliki memang belum memberikan perubahan yang signifikan bagi bangsa Indonesia. Tetapi, paling tidak saya telah ikut berkontribusi untuk mengingatkan bahwa pemuda memiliki peranan penting dalam pembentukan karakter bangsa. Lewat diskusi, kajian, dan gerakan mahasiswa ala pop culture, saya memberikan semangat pergerakan pemuda yang cerdas dalam berpikir dan bertindak, melakukan ekspansi media untuk pencerdasan dan pembentukan opini publik, serta menguasai public sphere sehingga tercipta konsistensi dan sinergisasi dalam pergerakan pemuda.

Selanjutnya, agar ide-ide yang saya miliki tidak hanya menjadi pewacanaan semata, saya telah membuat beberapa design rekayasa diskursus, sebuah gerakan cerdas yang mematahkan statement kebanyakan orang yang menilai gerakan mahasiswa hanyalah lewat aksi semata. Ini merupakan pembuktian bahwa dengan media-media diskursus seperti kaos, pin, atau stiker, saya dan teman-teman Pusgerak mampu mencerdaskan cara pandang terhadap pergerakan mahasiswa yang tidak hanya lewat aksi saja. Sebuah upaya untuk mengembangkan potensi gerakan pemuda dalam wilayah atau ranah kampus. Sebuah kerja keras untuk mentransfer dan menanamkan peran pemuda dalam pergerakan pemuda Indonesia. Walaupun untuk mengubah cara pandang seseorang itu sulit, tapi perubahan itu selamanya tidak akan terjadi kalau kita tidak memulai untuk menghadapi mainstream yang berkembang. Oleh karena itulah, saya bertekad untuk dapat mem-pop culture-kan UI agar mahasiswa sebagai pemuda menyadari peranan mereka dalam membangun bangsanya.