Rabu, 01 Juli 2015
Menilik Keputusan Menpora No. 01307 Tahun 2015 Tentang Pengenaan Sanksi Administratif Berupa Kegiatan Keolahragaan PSSI Tidak Diakui (Polemik Menpora vs PSSI)
1.1. Latar Belakang
Kementerian Pemuda dan Olahraga (“Kemenpora”) Republik Indonesia telah resmi membekukan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (“PSSI”) melalui Keputusan Menpora Nomor 01307 Tahun 2015 tentang Pengenaan Sanksi Administratif Berupa Kegiatan Keolahragaan PSSI Tidak Diakui (“KEP 01307/2015”) yang ditandatangani oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi pada Jumat, 17 April 2015. Berdasarkan Siaran Pers No. 19/Kom-Publik/Kemenpora/4/2015 yang dilansir dalam situs resmi Kemenpora (www.kemenpora.go.id) pada tanggal 18 April 2015, adapun pertimbangan dikeluarkannya KEP 01307/2015 ini adalah: bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 121 ayat (2) dan Pasal 122 ayat (2) huruf g Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan, Menteri mempunyai kewenangan untuk pengenaan sanksi administratif pada tiap pelanggaran administratif dalam pelaksanaan penyelenggaraan keolahragaan tingkat nasional.
Selain itu, bahwa secara de facto dan de jure sampai dengan tenggat batas waktu yang telah ditetapkan dalam Teguran Tertulis Nomor 01133/Menpora/IV/2015 tanggal 8 April 2015, Teguran Tertulis II Nomor 01286/Menpora/IV/2015 tanggal 15 April 2015 dan Teguran Tertulis III Nomor 01306/Menpora/IV/2015 tanggal 16 April 2015, PSSI nyata-nyata secara sah dan meyakinkan telah terbukti mengabaikan dan tidak mematuhi kebijakan Pemerintah melalui Teguran Tertulis dimaksud.
Lebih lanjut lagi, isi dari KEP 01307/2015 secara lengkap adalah sebagai berikut:
1. Pengenaan Sanksi Adminsitratif kepada Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia, yang selanjutnya disingkat Sanksi Adminsitratif kepada PSSI berupa kegiatan keolahragaan yang bersangkutan tidak diakui.
2. Dengan pengenaan Sanksi Administratif sebagaimana dimaksud pada DIKTUM PERTAMA, maka seluruh kegiatan PSSI tidak diakui oleh Pemerintah, oleh karena- 2 nya setiap Keputusan dan/atau tindakan yang dihasilkan oleh PSSI termasuk Keputusan hasil Kongres Biasa dan Kongres Luar Biasa tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, tidak sah dan batal demi hukum bagi organisasi, Pemerintah di tingkat pusat dan daerah maupun pihak-pihak lain yang terkait.
3. Dengan pengenaan Sanksi Administratif sebagaimana dimaksud pada DIKTUM PERTAMA dan DIKTUM KEDUA, maka seluruh jajaran Pemerintahan di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, termasuk Kepolisian Negara Republik Indonesia, tidak dapat lagi memberikan pelayanan dan fasilitasi kepada kepengurusan PSSI, dan seluruh kegiatan keolahragaannya.
4. Pada saat Keputusan Menteri ini mulai berlaku:
a. Pemerintah akan membentuk Tim Transisi yang mengambil alih hak dan kewenangan PSSI sampai dengan terbentuknya kepengurusaan PSSI yang kompeten sesuai dengan mekanisme organisasi dan statuta FIFA;
b. Demi kepentingan nasional, maka persiapan Tim Nasional Sepakbola Indonesia untuk menghadapi SEA Games 2015 harus terus berjalan, dalam hal ini Pemerintah bersama KONI dan KOI sepakat bahwa KONI dan KOI bersama Program Indonesia Emas (PRIMA) akan menjalankan persiapan Tim Nasional;
c. Seluruh pertandingan Indonesia Super League/ISL 2015, Divisi Utama, Divisi I, II, dan III tetap berjalan sebagaimana mestinya dengan supervisi KONI dan KOI bersama Asprov PSSI dan Klub setempat.
5. Dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan Tim Transisi sebagaimana dimaksud pada DIKTUM KEEMPAT huruf a, bertanggungjawab dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Menteri Pemuda dan Olahraga.
6. Biaya yang timbul akibat dari ditetapkannya Keputusan Menteri ini dibebankan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran/DIPA Kementerian Pemuda dan Olahraga Tahun Anggaran 2015.
7. Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Berdasarkan isi dari KEP 01307/2015 di atas, pemerintah melalui Kemenpora telah menggunakan hak konstitusionalnya untuk tidak mengakui kepengurusan PSSI dengan melakukan pembekuan terhadap institusi tersebut. Di sisi lain, berdasarkan Pasal 2 ayat (2) 3 dan (4) Statuta PSSI, PSSI adalah organisasi kemasyarakatan dan independen yang didirikan berdasarkan hukum dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, terdaftar di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan berdomisili di Jakarta dan PSSI adalah anggota Fédération Internationale de Football Association (“FIFA”). PSSI sebagai salah satu anggota dari FIFA memiliki kewajiban sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 ayat (1) Statuta FIFA yang berbunyi: “Members have the following obligations: a) to comply fully with the Statutes, regulations, directives and decisions of FIFA bodies at any time as well as the decisions of the Court of Arbitration for Sport (CAS) passed on appeal on the basis of art. 66 par. 1 of the FIFA Statutes;” Hal tersebut berarti, PSSI berkewajiban untuk tunduk pada aturan-aturan standar yang telah ditetapkan FIFA. Di lain pihak, keputusan pembekuan PSSI yang dikeluarkan oleh Menpora menjadi buah simalakama bagi PSSI karena PSSI menjadi tidak independen karena adanya intervensi dari Pemerintah, sehingga berbuah pada ancaman sanksi dari FIFA.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan fakta yang dijabarkan oleh penulis di atas, penulis kemudian tertarik untuk menilik Keputusan Menpora KEP 01307/2015 yang telah menimbulkan banyak reaksi dan pertanyaan tidak hanya bagi pengurus PSSI, tetapi seluruh komponen dan pelaku sepak bola di Tanah Air, baik itu manajemen klub, pemain, pelatih, suporter, sponsor dan tentu saja insan sepak bola. Sampai saat penulisan paper ini, Kemenpora dan PSSI belum menemukan titik temu dari polemik antara kedua belah pihak, padahal polemik ini apabila tidak segera ditangani bisa berujung pada sanksi yang diberikan oleh FIFA yang mengakibatkan Indonesia tidak dapat berlaga dalam kompetisi internasional.
Pembahasan yang akan dilakukan akan berkaitan dengan teori-teori etika yang telah dipelajari dalam buku Business Ethics Now karangan Andrew Ghillyer. Apakah peran Pemerintah melalui Kemenpora dalam keputusan pembekuan PSSI sudah tepat dan merupakan keputusan terbaik bagi semua pihak, mengingat konflik dalam kepengurusan sepak bola Indonesia antara PSSI dan Kemenpora mau tidak mau juga melibatkan FIFA sebagai induk dari PSSI (adanya conflicts of interest).
BAB 2 ANALISIS
Ethics atau Etika adalah standar mengenai benar atau salah yang dimiliki oleh seseorang. Etika adalah tentang bagaimana kita bersikap kepada orang lain dan bagaimana kita mengharapkan orang lain bersikap kepada kita.
Setiap orang memiliki standar etika yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh lingkungannya seperti teman, keluarga, etnis, agama, sekolah, media, maupun panutan yang dimilikinya. Lingkungan sekitar dan pengalaman yang diperolehnya membentuk standar etika yang berbeda-beda dan seiring dengan waktu, etika yang dimiliki seseorang juga dapat berevolusi sesuai pengalaman hidup yang dimilikinya.
Suatu kesamaan dalam standar etika yang dimiliki sekumpulan orang atau komunitas disebut dengan value yang kemudian jika diformalisasikan menjadi sebuah value system. Namun dalam kenyataannya, value dari suatu komunitas dengan komunitas lain dapat berbeda sehingga dibutuhkan sesuatu yang lebih kuat yang mengaturnya yaitu hukum negara dimana kumpulan orang tersebut berada.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan, segala sesuatu sudah diatur menurut undang-undang yang ada dengan urutan dari yang tertinggi ke terendah adalah sebagai berikut UndangUndang Dasar 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur, dst, sesuai hierarkinya. Adapun peraturan yang lebih rendah adalah sebagai penjelasan dari peraturan di atasnya untuk lebih merinci, dan begitu seterusnya. Dalam penyelenggaraan hukum, hal ini dikenal sebagai azas “Lex speciali derogate lex generalis”. Namun azas ini berlaku dengan syarat bahwa peraturan yang lebih rendah yang dikeluarkan tidak menyalahi atau bertentangan dengan peraturan yang sebelumnya.
Dalam polemik antara Menpora dan PSSI, penulis mencoba untuk meninjau dari segi etika hukum undang-undang. Dari latar belakang permasalahan yang sebelumnya dijabarkan, kita 5 sudah mengetahui bahwa PSSI berkewajiban untuk tunduk pada aturan-aturan standar yang telah ditetapkan FIFA.
PSSI berdasarkan pasal 13 ayat (1) Statuta FIFA juga berkewajiban untuk: “1. Members have the following obligations: (g) to manage their affairs independently and ensure that their own affairs are not influenced by any third parties;” Kewajiban menjaga independensi organisasi itu kembali ditekankan pada pasal 17 ayat (2) Statuta FIFA tentang independensi anggota FIFA. Pada ayat ini diatur bahwa Setiap anggota harus mengelola semua urusannya secara independen dan tanpa pengaruh dari pihak ketiga, yaitu sebagai berikut: “Each Member shall manage its affairs independently and with no influence from third parties”.
Jika ada asosiasi yang melanggar, maka berdasarkan pada pasal 14 ayat (1) Statuta FIFA disebutkan bahwa Kongres FIFA bertanggung jawab untuk membekukan status keanggotaan sebagai berikut: “The congress is responsible for suspending a Member. The Executive Committee may, however, suspend a Member that seriously and repeatedly violates its obligations as a Member with immediate effect”. Lebih lanjut lagi, FIFA mengatur secara tegas anggota FIFA yang terkena sanksi bukan hanya dilarang, bahkan kemungkinan bisa dikucilkan oleh asosiasi yang lain. Bila ada asosiasi yang bekerja sama atau melaksanakan pertandingan atau hubungan kerjasama olahraga serta kompetisi dengan anggota yang dikenakan sanksi maka anggota tersebut juga akan terkena sanksi. “A suspended Member shall lose its membership rights. Other Members may not entertain sporting contact with a suspended Member. The Disciplinary Committee may impose”
Keputusan Menpora yang tidak memberikan izin dan legalitas kepada PSSI dengan demikian bisa dianggap sebagai intervensi Pemerintah sebagai pihak ketiga sehingga mempengaruhi independensi dari PSSI. Sebagai Pemerintah yang memiliki peranan dalam menjalankan hukum dan perundang-undangan di Indonesia (the role of government), Menpora berwenang untuk mengambil tindakan sanksi bagi organisasi yang tidak menaati hukum di Indonesia, yang dalam hal ini, akibat dari polemik berkepanjangan di tubuh PSSI yang masih berseteru dengan Badan Olahraga Profesional Indonesia (“BOPI”) sebagai perwakilan pemerintah dalam kasus pengelolaan Liga Indonesia. 6 Wewenang dan tugas Kemenpora tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional yang disebutkan dalam pasal 12, 13, 14, 15 dan 16 .yang berbunyi sebagai berikut: pasal 12 ayat (1) berbunyi: “Pemerintah mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan serta standardisasi bidang keolahragaan secara nasional.” Ayat (2): “Pemerintah daerah mempunyai tugas untuk melaksanakan kebijakan dan mengoordinasikan pembinaan dan pengembangan keolahragaan serta melaksanakan standardisasi bidang keolahragaan di daerah.” Pasal 13 ayat (1): “Pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengatur, membina, mengembangkan, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan keolahragaan secara nasional.” Ayat (2) berbunyi: “Pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur, membina, mengembangkan, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan keolahragaan di daerah.”
Lebih lanjut, Pasal 14 ayat (1) berbunyi: “Pelaksanaaan tugas penyelenggaraan keolahragaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 pada tingkat nasional dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan yang dikoordinasikan oleh Menteri.” Ayat (2): “Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Pemerintah dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” Ayat (3): “Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2), pemerintah daerah membentuk sebuah dinas yang menangani bidang keolahragaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” Pasal 15 berbunyi : “Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan keolahragaan nasional.” Pasal 16: “Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, wewenang, dan tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 sampai dengan pasal 15 diaturdengan Peraturan Pemerintah.”
Pembekuan PSSI oleh Pemerintah melalui Menpora merupakan buntut dari kekisruhan panjang yang terjadi dalam tubuh PSSI serta sikap PSSI yang tidak mengindahkan BOPI. PSSI sendiri memiliki begitu banyak catatan hitam dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai sebuah lembaga yang kerap berlindung di bawah Statuta FIFA pasal 13 ayat (1) huruf g, PSSI tidak pernah menjadi organisasi yang transparan terkait masalah organisasi maupun masalah yang berhubungan dengan anggaran organisasi. Padahal PSSI mendapatkan anggaran dari 7 Kemenpora setiap tahunnya. Tidak berhenti sampai disitu. Pengelolaan Liga yang benaung di bawah kekuasaan PSSI terkesan amburadul. Pada masa tersebut, PSSI dengan mudahnya mengganti Liga Super Indonesia (“LSI”) menjadi QNB League, yang notabene hanya satu hari sebelum Liga tersebut bergulir.
Kekisruhan di tubuh PSSI bahkan telat berlangsung jauh sebelumnya. Indonesia saat itu mendapat sorotan dan menjadi pembicaraan Internasional setelah kasus “Sepakbola gajah” di pertandingan PSS Sleman vs PSIS Semarang. Dimana dari sisi klub Sepakbola, wacana klub LSI yang digadang-gadang oleh PSSI menjadi klub profesional hanyalah pepesan kosong semata dari saat wacana tersebut digulirkan sejak tahun 2004. Banyak klub LSI yang masih menggunakan bantuan untuk menjalankan operasional klub dari Pemerintah Daerah atau Pemerintah Kota yang tidak lain bertugas menjadi perwakilan dari Pemerintah Pusat untuk melaksanakan kebijakan dan mengoordinasikan pembinaan dan pengembangan keolahragaan serta melaksanakan standardisasi bidang keolahragaan di daerah sebagaimana telah disebutkan di atas. Hal tersebut diperparah dengan prestasi Timnas Indonesia yang nihil gelar dari tahun ke tahun, hingga berujung pada jebloknya peringkat Indonesia berdasarkan peringkat FIFA, yaitu di bawah Timor Leste.
Berdasarkan prinsip Corporate Governance dalam buku Business Ethics Now yang dikarang oleh Andrew Ghillyer dikenal dua metodologi Tata Kelola, yaitu: “Comply or Explain”: A set of guidelines that require companies to abide by set of operating standards or explain why they choose not to atau “Comply or Else”: A set of guidelines that require companies to abide by a set of operating standards or face stiff financial penalties Bila sepakbola Indonesia mendapatkan sanksi dari FIFA, maka pertanyaan yang akan muncul adalah apakah Indonesia tidak bisa bermain sepakbola akibat tidak adanya pengakuan dari FIFA (Comply or Else)? Secara peraturan hukum di Indonesia sebagaimana telah dijelaskan di atas, Indonesia bukan berarti tidak bisa memiliki Liga Sepakbola sendiri apabila sanksi dari FIFA benar-benar dijatuhkan untuk di Indonesia. Sepakbola tetaplah bisa dimainkan dan Indonesia tetap bisa memiliki LSI meski tidak diakui oleh dunia Internasional. 8 Secara implisit, Menpora tidak melakukan pelanggaran terhadap Statuta FIFA pasal 13 ayat (1) huruf g karena dianggap telah melakukan intervensi terhadap PSSI terkait dengan keputusan pembekuan PSSI oleh Menpora. Dalam hal ini, Menpora tidak mengganggu urusan internal PSSI karena pada saat dikeluarkan Keputusan pembekuan PSSI ini, pihak PSSI pun tengah mengadakan Kongres Luar Biasa PSSI. Selain itu, tidak ada campur tangan dari Menpora kepada para pemangku jabatan di PSSI.
KEP 01307/2015 hanya tidak mengakui PSSI sebagai sebuah organisasi yang legal karena dianggap tidak mengindahkan peraturan dan himbauan Kemenpora. Itu sebabnya, ancaman sanksi FIFA memang membayangi Indonesia. Hingga saat penulisan paper ini, FIFA telah bereaksi dengan memberikan tenggat waktu hingga 29 Mei 2015 kepada Kemenpora dan PSSI untuk dapat menyelesaikan polemik yang terjadi di antara kedua belah pihak. Apabila konflik tidak dapat diselesaikan, maka Indonesia akan mendapat sanksi dari FIFA sehingga tidak dapat ikut berlaga dalam kompetisi Internasional. Secara hukum, Keputusan Menpora yang membekukan PSSI dan memberikan sanksi tidak diakui oleh Pemerintah merupakan keputusan final yang harus dilaksanakan oleh PSSI. Apabila terdapat pihak yang tidak setuju dengan keputusan tersebut, maka jalan yang dapat ditempuh adalah dengan menggugat Keputusan Menpora tersebut yaitu dengan melakukan pengujian materi di Pengadilan Tata Usaha Negara (“PTUN”).
Dilihat dari perspektif hukum, Keputusan Menpora tersebut merupakan keputusan eksekutif dari seorang pejabat publik. Jika dikaitkan dengan prinsip etika, tindakan yang dilakukan oleh Menpora adalah melakukan apa yang benar sesuai dengan amanah Undang-Undang (doing the right things) yang dalam Hukum Tata Usaha Negara hal tersebut disebut dengan istilah beschikking. Dengan demikian, keputusan tersebut dianggap sah selama belum diuji di PTUN dan dianggap sah juga karena sesuai dengan pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN serta keputusan ini dianggap final. Jika keputusan itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan asas-asas umum tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), demi tercapainya legal standing yang pasti, keputusan Menpora tersebut dapat diajukan ke PTUN untuk dilakukan uji materiil.
BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa Keputusan Menpora Nomor 01307 Tahun 2015 tentang Pengenaan Sanksi Administratif Berupa Kegiatan Keolahragaan PSSI Tidak Diakui yang dikeluarkan oleh Imam Nahrawi sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga telah sesuai dengan amanat Undang-undang yang berlaku. Jika dikaitkan dengan prinsip etika, tindakan yang dilakukan oleh Menpora adalah melakukan apa yang benar sesuai dengan amanah Undang-Undang (doing the right things).
Walaupun pada saat keputusan ini dikeluarkan timbul banyak reaksi pro dan kontra, namun perlu dipahami bahwa keputusan tersebut merupakan keputusan yang diambil oleh Pemerintah yang secara tugas dan tanggung jawabnya memang berwenang untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan serta standardisasi bidang keolahragaan secara nasional. Pemerintah dalam rangka memperbaiki kekisruhan yang terjadi pada PSSI dan demi tercapainya tata kelola pemerintahan yang baik, keputusan tersebut layak diambil walaupun dengan dikeluarkannya keputusan tersebut, Indonesia mungkin terkena sanksi dari FIFA (comply or else). Dengan demikian, keputusan tersebut secara hukum mengikat dan harus dilaksanakan sepenuhnya oleh PSSI.
3.2. Saran
Permasalahan yang terjadi dalam konflik PSSI menjadi sangat rumit karena banyak kepentingan bagi para pihak yang berkonflik (conflict of interest). Dilema terjadi dalam tubuh pemerintah karena beberapa peraturan di Statuta FIFA tentang pelarangan pihak ketiga untuk ikut campur dalam penyelesaian konflik PSSI. 10 Para pihak yang berkonflik juga harus bekerja sama untuk tujuan bersama yaitu kebangkitan persepakbolaan Indonesia dan mengesampingkan kepentingan pribadi dan kelompok. Menurut penulis, Keputusan Menpora tentang pembekuan PSSI tersebut sudah tepat. Demi tercapainya kebangkitan persepakbolaan di negeri sendiri, Indonesia perlu berbenah diri terlebih dahulu dengan carut marut yang ada. Dukungan dari pemerintah juga sangat diperlukan bagi segenap lapis insan persepakbolaan, seperti kemudahaan fasilitas dalam berlaga, jaminan pengelolaan klub sepakbola yang professional, dan lain-lain. Pada saat penyelesaian paper ini, belum ada titik temu antara kedua belah pihak dalam menanggapi sanksi yang akan dijatuhkan oleh FIFA. Namun demikian, pembekuan PSSI oleh Menpora diharapkan dapat menjadi titik awal dari bangkitnya persepakbolaan di Indonesia
Minggu, 24 Mei 2015
Selasa, 26 Oktober 2010
Pray For Indonesia
Jakarta bicara padaku tentang banjir dan kemacetan
Mentawai bicara pada dunia tentang tsunami yang melandanya
dan Merapi-Mu kini memuntahkan segenap isinya
Lets We Pray For Indonesia...

Ya Allah Ya Tuhan Kami, sungguh tiada kesulitan Kau beri tanpa ada kemudahan menyertainya...
Ya Allah Ya Tuhan Kami, sungguh tiada petaka ini Kau timpakan dalam kesia-siaan tanpa hikmah yang begitu luar biasa terselip di dalamnya...
Ya Allah Ya Tuhan Kami, sungguh tiada pula Kau beri kami cobaan tanpa kami dapat melampauinya...
Maka hanya kepada-Mu lah kami berdoa dan memohon pertolongan...
Ya Allah, Hindarkanlah Kami dari segala kedukaan karena kehilangan apa-apa yang Kami cintai di dunia ini...
Ya Allah, Lindungilah Kami dari segala marabahaya yang senantiasa menghantui Kami...
Ya Allah, Lindungilah Indonesia Kami, Ibu Pertiwi Kami...
Dan Mohon ampun atas segala perilaku Kami yang tidak menyayangi alam-Mu...
Mohon ampun atas segala bentuk keserakahan yang Kami selipkan dalam hati-hati Kami...
Mohon ampun atas diri-diri Kami yang tak pandai bersyukur atas apa-apa yang telah kau limpahkan kepada Kami...
Amin Ya Rabbala'lamin...

Sabtu, 11 April 2009
Indonesiaku Malang
Indonesiaku Malang
Sudah bosan rasanya bicara tentang Indonesia
Negeriku tercinta kini telah rapuh..
Padahal dahulu Aku diceritakan kakekku tentang kebesaran negeriku
Tapi, sekarang Indonesiaku malang
Korupsi, kemiskinan, bencana alam
Menghampiri tanpa ampun
Seolah tak mau pergi
Seolah menjadi pertanda akan kehancuran negeri
Bosan...
Bosan...
Bosan...
Berkali-kali harus Ku ungkapkan kalau Aku bosan...
Bosan kalau Aku harus membicarakan keindahan negeriku
Yang di dalam keindahannya begitu carut marut
Masalah-masalah tak kunjung henti
Berserakan bagai sampah
Kalau ada yang memungutnya..
Aku sungguh salut
Masih ada yang peduli dengan Indonesiaku...
Kapan Indonesia berubah?
Oh, malang nian negeriku..
Indonesiaku malang...
Aku belum bisa berbuat banyak untukmu
Walau Aku bosan membicarakanmu
Tapi percayalah bahwa Aku ingin memberikan yang terbaik bagimu
Untuk Indonesiaku
Jangan sedih wahai Ibu Pertiwi...
Tunggu Aku di perbatasan Negerimu
Sambut Aku dengan peluk hangatmu dan dekap lembutmu
Aku kan berbuat untuk negeriku tercinta, Indonesia
gitacintanya wilis
Depok, 8 April 2009
Minggu, 05 April 2009
Saya untuk Indonesia
Tidak semua yang kita hadapi dapat kita ubah, tetapi tidak ada sesuatu yang berubah sampai kita mau menghadapinya. Begitulah gambaran kehidupan kita, manusia sebagai makhluk sempurna yang dianugerahi kesempurnaan akal, pikiran, dan perasaan oleh Tuhan yang Maha Esa. Dengan akal dan pikiran, kita dapat menciptakan usaha, menghasilkan penyebab, dan menciptakan pilihan-pilihan. Kita menjadi produk dari bagaimana kita memilih untuk menjalani hidup dalam kehidupan ini. Apapun yang kita lakukan dalam kehidupan kita adalah pilihan-pilihan yang merupakan kesempatan yang tidak dapat kita hindari. Hasil dari pilihan-pilihan tersebut nantinya akan menjadi sesuatu hal yang mampu mengubah apapun yang berada di sekeliling kehidupan kita.
Semua prestasi tersebut adalah sebuah proses panjang yang pasti pernah kita alami dan mungkin akan berlangsung terus selama kehidupan kita di dunia. Sebuah hasil, akibat, dan konsekuensi logis atas usaha yang kita ciptakan, penyebab yang kita identifikasi, dan pilihan-pilihan yang kita ambil dalam hidup. Sebuah output atas hasil konversi dari berbagai artikulasi keinginan, agregasi pilihan-pilihan yang ada, dan penerapannya dalam kehidupan yang cepat atau lambat dan perlahan tapi pasti akan membawa perubahan dalam kehidupan kita.
Dalam sejarah panjang perjalanan kehidupan manusia di berbagai aspek atau bidang kehidupan, akal dan pikiran merupakan potensi luar biasa yang mampu membawa kita pada perubahan. Berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi informasi, dan lain sebagainya telah menjadi ajang pembuktian bagi manusia yang mampu memanfaatkan dan mendayagunakan potensi lewat karya cipta manusia. Coba kita tilik dan ingat kembali bagaimana sumbangan James Watt melalui temuan mesin uapnya telah menggelontorkan semangat baru bagi terciptanya Revolusi Industri atau jasa Thomas Alva Edison yang telah melahirkan berbagai temuan yang berguna bagi kemajuan peradaban manusia. Begitu pula dengan gagasan-gagasan para pemikir sosial seperti John Locke, Karl Marx, dan Adam Smith yang telah berperan besar bagi perkembangan dunia ekonomi, hukum, dan politik masa kini. Semua itu merupakan bentuk konkret betapa akal dan pikiran manusia merupakan potensi yang sangat luar biasa yang mampu memberikan perubahan dalam kehidupan manusia.
Pada dasarnya, potensi yang luar biasa tersebut juga dimiliki oleh setiap manusia. Namun sayangnya, tidak setiap manusia berkehendak dan mau bekerja keras untuk memanfaatkan dan mendayagunakan potensi tersebut. Padahal untuk mewujudkan prestasi diperlukan kerja keras, keuletan, dan ketangguhan di dalamnya. Suatu bangsa yang maju adalah cerminan dari berbagai potensi yang mampu membuahkan prestasi. Bangsa yang rakyatnya mau bekerja keras, ulet, dan tangguh dalam mewujudkan prestasi. Dan sebagai pengingat bahwa Tuhan sendiri tidak akan mengubah nasib suatu kaum atau bangsa, jika bangsa tersebut tidak mau berusaha untuk melakukan perubahan.
Saya, Pemuda dalam Gerakan Mahasiswa
Potensi merupakan suatu daya, kemampuan, atau kekuatan yang dimiliki oleh setiap manusia namun belum dimanfaatkan secara optimal. Menjadi tugas kitalah untuk kemudian mendayagunakan potensi tersebut agar menjadi manusia yang berpotensi dalam mewujudkan prestasi. Sebagai seorang individu yang menyadari bahwa mengenali potensi diri adalah langkah awal menuju kesuksesan. Saya selalu berupaya untuk memperluas dan memperdalam kesadaran mengenai berbagai kecenderungan dan kekhususan diri sendiri, baik yang telah teraktualisasi maupun belum.
Saya menyadari bahwa saya memiliki potensi-potensi yang belum atau telah saya kembangkan namun belum optimal. Misalnya saja, kegemaran saya untuk menuangkan ide-ide kreatif mengenai berbagai hal yang saya anggap penting untuk disikapi ke dalam tulisan-tulisan yang kemudian saya muat dalam blog pribadi saya. Namun, terkadang tulisan-tulisan tersebut tidak sepenuhnya dapat mengcounter kebutuhan saya untuk mengevaluasinya karena feedback atas ide-ide yang saya tuangkan tidak langsung saya terima pada saat yang sama. Hal ini kemudian menjadi pendorong bagi saya untuk dapat mengoptimalkan ide-ide yang telah saya tulis tersebut di dalam diskusi atau kajian. Sehingga saya dapat mengevalusi atau mengukur sejauh mana potensi saya.
Menyadari potensi tersebut, sebagai warga negara Indonesia dalam posisi saya sebagai mahasiswa, status yang saya sandang memberikan konsekuensi logis adanya hubungan timbal-balik antara status dan peran saya sebagai mahasiswa dalam masyarakat. Sebagai bagian yang hidup dan berada ditengah-tengah masyarakat, saya harus peka terhadap apa yang dialami dan dirasakan oleh masyarakat. Lewat potensi yang saya milikii, saya memiliki daya untuk menyatakan sikap atas situasi yang sedang dihadapi, memberikan alternatif solusi, atau sekedar melakukan pencerdasan atas problematika yang ada. Hal ini juga berkaitan dengan aktivitas saya sebagai mahasiswa atas tanggung jawab moral-sosial kemasyarakatan yang digantungkan oleh masyarakat kepada mahasiswa termasuk saya.
Semakin baiknya pemahaman tentang potensi diri, status, serta peranan saya sebagai mahasiswa, motivasi saya untuk terjun langsung berkontribusi untuk masyarakat dan lingkungan pun semakin kuat. Melalui wadah pergerakan kampus yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) 2009 saya berusaha untuk mengembangkan potensi diri sebagai bentuk kontribusi dan kepedulian saya terhadap masyarakat lewat gerakan mahasiswa. Carut marutnya kondisi Indonesia yang kian lama kian mengkhawatirkan, korupsi, bencana alam, krisis ekonomi, masalah kesejahteraan, dan pendidikan membutuhkan perhatian serius terutama dari saya sebagai generasi muda pewaris bangsa. Pemuda yang menjadi komponen bangsa yang paling strategis posisinya dalam memainkan proses transformasi karakter dan tata nilai di tengah-tengah derasnya liberalisasi informasi era globalisasi.
Kecintaan saya terhadap dunia pergerakan pemuda lebih lanjut lagi mendorong saya untuk memilih bergabung dalam Pusat Kajian dan Studi Gerakan (Pusgerak) BEM UI karena sesuai dengan wadah pengembangan potensi yang saya inginkan, juga sebagai wujud kepedulian terhadap gerakan pemuda yang cenderung statis dan sebagian telah jenuh tergerus oleh arus zaman yang begitu keras lantaran gerakan yang tak pernah mampu menembus dinding-dinding angkuh penguasa, isu yang tak pernah muncul di media, atau jenuh lantaran ideologinya sudah bertransformasi menjadi utopia kosong tak bermakna.
Tidak dapat dipungkiri, aktivitas saya di Pusgerak menguras banyak pemikiran. Hal ini terkait dengan fungsi utama Pusgerak untuk membuat Platform Gerakan BEM UI dan menjaga ritme gerakan BEM UI selain fungsi-fungsi lain terkait konsistensi ideologi (gerakan) dengan kemampuan untuk menjaga dan melestarikan aset-aset gerakan sehingga menjaga kualitas dari gerakan mahasiswa. Terlebih, saya mendapat amanah sebagai penanggung jawab rekayasa diskursus, di mana saya memiliki kewajiban untuk memberikan nuansa baru terhadap pergerakan mahasiswa yang mulai memudar dengan gerakan mahasiswa ala pop culture. Pusgerak melalui saya, berusaha mengembangkan sebuah gerakan cerdas yang dapat dengan mudah dicerna oleh kebanyakan masyarakat atau mahasiswa yang kurang concern atau bahkan tidak peduli dengan gerakan mahasiswa melalui jargon-jargon atau tagline pencerdasan yang menarik. Metode diskursus tersebut di antaranya berupa kaos, pin, atau stiker yang didalamnya terselip pencerdasan.
Selain itu, di Pusgerak BEM UI, saya merasakan potensi yang saya miliki dapat saya manfaatkan dan didayagunakan secara optimal. Kini, ide-ide yang saya miliki tidak hanya tertuang dalam bentuk tulisan melainkan dapat saya kembangkan dalam metode diskursus dan kajian-kajian komprehensif yang secara rutin diadakan, sehingga ada feedback langsung terhadap gagasan-gagasan saya selain memperluas wawasan dan sharing ide. Lebih lanjut lagi, aktivitas saya di Pusgerak menuntut saya untuk selalu berpikir, bernalar, dan bertindak dengan cerdas. Alhasil, saya benar-benar merasakan kalau di Pusgeraklah saya menemukan jati diri saya dan saya bersyukur bisa ada dan menjadi sebahagian kecil mahasiswa yang masih peduli terhadap gerakan mahasiswa, tonggak pergerakan pemuda Indonesia.
Berbekal potensi, aktivitas, dan semangat juang yang saya miliki melalui wadah Pusgerak BEM UI tersebut, saya ingin mewujudkan impian saya untuk membentuk sebuah koordinasi gerakan revitalisasi kebangsaan yang diarahkan terutama pada penguatan ketahanan masyarakat dan bangsa terhadap segenap upaya penyusupan pihak luar terhadap nilai-nilai budaya bangsa. Sebuah impian besar untuk Indonesiaku, di mana saya mendambakan pemuda-pemuda Indonesia bergerak bersama menyongsong penguatan karakter bangsa lewat pemahaman peran-peran generasi muda untuk membangun kembali karakter positif bangsa dengan menjunjung nilai-nilai moral di atas kepentingan-kepentingan sesaat sekaligus upaya kolektif untuk menginternalisasikannya pada kegiatan dan aktifitas pemuda sehari-hari. Generasi muda juga diharapkan mampu mengambil peran sebagai pemberdaya karakter atau character enabler. Bentuk praktisnya adalah kemauan dan hasrat yang kuat dari generasi muda untuk menjadi role model dari pengembangan karakter bangsa yang positif. Selain itu, generasi muda juga sebagai perekayasa karakter (character engineer) sejalan dengan perlunya adaptivitas daya saing untuk memperkuat ketahanan bangsa. Peran yang terakhir ini menuntut generasi muda untuk terus melakukan pembelajaran.
Sejauh ini, saya menyadari bahwa potensi dan aktivitas yang telah saya lakukan di Pusgerak BEM UI memang belum mampu mewujudkan impian saya untuk meredefinisi nasionalisme lewat peranan pemuda. Tetapi, poin penting yang perlu saya banggakan adalah bahwa saya merupakan sebagian dari banyaknya generasi muda yang masih peduli terhadap nasib bangsanya, saya ada untuk bangsa Indonesia. Potensi yang saya miliki memang belum memberikan perubahan yang signifikan bagi bangsa Indonesia. Tetapi, paling tidak saya telah ikut berkontribusi untuk mengingatkan bahwa pemuda memiliki peranan penting dalam pembentukan karakter bangsa. Lewat diskusi, kajian, dan gerakan mahasiswa ala pop culture, saya memberikan semangat pergerakan pemuda yang cerdas dalam berpikir dan bertindak, melakukan ekspansi media untuk pencerdasan dan pembentukan opini publik, serta menguasai public sphere sehingga tercipta konsistensi dan sinergisasi dalam pergerakan pemuda.
Selanjutnya, agar ide-ide yang saya miliki tidak hanya menjadi pewacanaan semata, saya telah membuat beberapa design rekayasa diskursus, sebuah gerakan cerdas yang mematahkan statement kebanyakan orang yang menilai gerakan mahasiswa hanyalah lewat aksi semata. Ini merupakan pembuktian bahwa dengan media-media diskursus seperti kaos, pin, atau stiker, saya dan teman-teman Pusgerak mampu mencerdaskan cara pandang terhadap pergerakan mahasiswa yang tidak hanya lewat aksi saja. Sebuah upaya untuk mengembangkan potensi gerakan pemuda dalam wilayah atau ranah kampus. Sebuah kerja keras untuk mentransfer dan menanamkan peran pemuda dalam pergerakan pemuda Indonesia. Walaupun untuk mengubah cara pandang seseorang itu sulit, tapi perubahan itu selamanya tidak akan terjadi kalau kita tidak memulai untuk menghadapi mainstream yang berkembang. Oleh karena itulah, saya bertekad untuk dapat mem-pop culture-kan UI agar mahasiswa sebagai pemuda menyadari peranan mereka dalam membangun bangsanya.