Jumat, 05 November 2010

Netralisasi PPN pada Transaksi Murabahah


Perkembangan ekonomi Islam tidak terlepas dari berkembangnya lembaga keuangan Islam. Lembaga keuangan Islam sebagai derivatif dari sistem ekonomi Islam itu sendiri merupakan penggerak utama bagi berkembangnya teori dan praktik ekonomi Islam secara mendalam. Perbankan Islam atau yang lebih sering dikenal sebagai perbankan syariah menjadi pilar utama dari lembaga keuangan Islam, beroperasi di lebih dari enam puluh negara, sebagian besar di Timur Tengah dan Asia[1], menunjukkan bahwa perbankan syariah telah tumbuh menjadi sebuah industri yang mampu menopang perekonomian dunia. Perkembangan perbankan syariah yang begitu pesat di berbagai belahan dunia tersebut ditunjukkan dengan pertumbuhan aset perbankan syariah yang meningkat sebesar 28,6 persen menjadi $ 822.000.000.000 dari $ 639.000.000.000 pada tahun 2008, menurut survei perbankan "500 Lembaga Keuangan Islam Teratas".[2]

Sejalan dengan hal tersebut, perkembangan perbankan syariah di Indonesia juga turut mengalami peningkatan. Di Indonesia, volume usaha perbankan syariah selama lima tahun terakhir rata-rata tumbuh 60 persen per tahun. Tahun 2005, perbankan syariah Indonesia membukukan laba Rp 238.600.000.000, meningkat 47 persen dari tahun sebelumnya.[3] Dengan laju perkembangannya yang impresif, peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.

Perkembangan perbankan syariah di Indonesia yang tumbuh cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir tersebut kian menunjukkan minat masyarakat terhadap ekonomi syariah semakin meningkat. Seiring dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin kuat karena memiliki landasan hukum yang memadai sehingga akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi.

Dalam rangka mendukung hal tersebut, sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia, Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yang meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank.[4]

Strategi yang patut kita cermati lebih dalam adalah mengenai program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang beragam. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan syariah yang beragam dengan skema keuangan yang lebih variatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinikmati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai produk dan instrumen perbankan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut.

Salah satu produk perbankan syariah yang paling banyak diminati masyarakat adalah transaksi Murabahah. Transaksi murabahah atau yang biasa dikenal sebagai transaksi jual-beli ini paling diminati karena sifatnya yang mudah dipahami selain karena tingginya permintaan pasar. Bank Indonesia melaporkan, per Maret 2010, porsi pembiayaan murabahah sebanyak 56,36% atau Rp28,3 trilyun dari total pembiayaan Rp50,21 trilyun. Kenaikan akad tersebut sebesar 27,73% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.[5]

Transaksi murabahah diawali dengan pembelian barang yang diperlukan nasabah oleh bank syariah. Kemudian bank syariah menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah. Jika ditilik dari pola transaksi Murabahah, berdasarkan pada Undang-Undang No. 18 tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) barang dan jasa serta Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), perpindahan kepemilikan barang dalam transaksi Murabahah tersebut dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebanyak dua kali. Pertama, saat dianggap telah terjadi penyerahan barang dari penjual kepada bank, kedua saat terjadi peyerahan barang dari bank kepada nasabah.

Apabila dipandang dari sisi bank, dalam hal ini perbankan syariah bertindak sebagai penjual Barang Kena Pajak (BKP) yang terkena PPN dan berdasarkan UU PPN atas transaksi Murabahah tersebut terkena PPN, maka tidak ada double taxation (pajak berganda). Tetapi, jika dilihat bahwa transaksi Murabahah merupakan bagian dari jasa perbankan, maka sudah seharusnya tidak terkena PPN seperti jasa-jasa perbankan lainnya yang dikecualikan dari Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4A ayat 3 UU PPN No.18 Tahun 2000. Dengan demikian, dalam hal ini perbankan syariah terkena double taxation (pajak berganda).

Pengenaan PPN sebanyak dua kali pada transaksi Murabahah tentunya menimbulkan inkonsistensi peraturan. Pendapatan bunga, yang merupakan pendapatan dari produk intermediasi perbankan konvensional tidak dikenakan PPN sedangkan margin pembiayaan Murabahah, yang juga merupakan pendapatan dari produk intermediasi perbankan syariah dikenakan PPN. Inkonsistensi aturan ini menyebabkan bank Syariah harus menjual produk Murabahahnya lebih mahal dari bank konvensial untuk mendapatkan keuntungan yang sama.

Inkonsistensi dan ketidakpastian yang ditimbulkan pada peraturan perudang-undangan pajak yang lama tersebut akhirnya dijawab lewat penetapan Undang-Undang No. 42 tahun 2009 tentang amandemen UU PPN dan PPnBM No. 18 tahun 2008 yang efektif berlaku mulai 1 April 2010, yang melengkapi UU Perbankan Syariah setahun sebelumnya. Dengan netralisasi pajak (tax neutrality) PPN atas transaksi Murabahah mulai 1 April 2010 lalu, maka setiap pembiayaan di perbankan syariah sudah diperlakukan sama dengan bank konvensional dalam hal pengenaan pajaknya.




[1] Rajesh K. Aggarwal and Tarik Yousef . Islamic Banks and Investment Financing. Journal of Money, Credit and Banking, Vol. 32, No. 1 (Feb., 2000), pp. 93-120. http://www.jstor.org/stable/2601094 diakses pada tanggal 07 Oktober 2010 pukul 14:43

[2] Double digit growth for Islamic banking assets in 2009. http://www.arabianbusiness.com/double-digit-growth-for-islamic-banking-assets-in-2009-11186.html diunduh pada tanggal 13 Oktober 2010 pukul 17.15

[3] Tantangan Pengelolaan Dana Perbankan Syariah. http://ib.eramuslim.com/2010/04/20/tantangan-pengelolaan-dana-perbankan-syariah/ Diunduh pada tanggal 13 Oktober 2010 pukul 18.05

[4] Perbankan Syariah. http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Perbankan+Syariah/ diunduh pada tanggal 12 oktober 2010 pukul 10.22 PM

[5] Murabahah Paling Diminati. http://ib.eramuslim.com/2010/06/17/murabahah-paling-diminati/ Diunduh pada tanggal 15 Oktober 2010 pukul 8.52

Tidak ada komentar: