Sabtu, 20 November 2010

Sinergisasi Peran Institusi Penegak Hukum di Indonesia


Satu lagi peristiwa yang kian mencoreng wajah penegakan hukum di Indonesia, Gayus Tambunan, seorang terpidana kasus mafia pajak belum lama ini tertangkap kamera tengah asyik menyaksikan pertandingan tenis bergengsi di Bali. GT inisial yang kian akrab di telinga masyarakat Indonesia nyata-nyata bebas melenggang keluar dari rumah tahanan di Markas Komando BRIMOB, Kelapa Dua. Tentu saja, hal ini menjadi tamparan hebat bagi upaya penegakan hukum yang selama ini digadang-gadang oleh Pemerintahan SBY sebagai agenda utama selama masa kepemimpinannya.

Berbagai upaya pun telah dilakukan oleh pemerintahan SBY dalam upaya penegakan hukum di Indonesia. Salah satunya adalah dengan dibentuknya Tim Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum. Langkah nyata ini dinilai sebagai katalisator proses reformasi penegak hukum dan pemberantasan mafia hukum di Indonesia. Keberadaan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum yang kiprahnya hampir menginjak tahun pertama beberapa kali telah unjuk gigi dalam mengungkap beberapa perkara berkaitan dengan bobroknya hukum di Indonesia. Sebut saja, keberhasilan pengungkapan penjara mewah di Rumah Tahanan Cipinang.

Sayangnya, upaya penegakan hukum itu tampak berat sebelah. Aktivitas Satgas selama ini terlihat hanya mengurusi kasus-kasus hukum di permukaan dan tidak pernah sampai menyentuh akar permasalahan hukum yang sebenarnya. Dalam kasus Gayus ini misalnya, Satgas benar-benar terfokus pada kasus Gayus saja dan belum menyentuh permasalahan utama yaitu bagaimana membongkar mafia hukum yang kian menancapkan kukunya di Indonesia. Pasalnya, mafia hukum di Indonesia bukan hanya Gayus semata, tetapi mungkin banyak mafia-mafia hukum lain yang bebas berkeliaran di Indonesia.


Kasus Gayus selayaknya menjadi pintu masuk bagi upaya reformasi penegak hukum di Indonesia. Peristiwa melenggangnya Gayus dari tahanan sebenarnya merupakan cerminan kecil dari lemahnya penegakan hukum dalam institusi penegak hukum. Hal tersebut membuktikan adanya permasalahan besar dalam tubuh penegak hukum yang tak bisa hanya diatasi oleh Satgas Pemberantasan Mafia Hukum semata. Sebagai lembaga yang bukanlah projustisia, Satgas tentunya tidak memiliki kekuatan penuh untuk menguak akar permasalahan hukum di Indonesia. Diperlukan upaya terintegrasi untuk mensinergikan peran institusi penegak hukum sebagai avant-garde atau ujung tombak dalam penyelesaian akar permasalahan hukum di Indonesia.

Reformasi penegak hukum menjadi jawaban yang paling ideal dalam menjawab permasalahan tersebut. Namun sejauh perjalanannya, reformasi penegak hukum justru paling lamban dibanding dengan upaya reformasi di bidang lain seperti reformasi ekonomi. Hal tersebut diperparah dengan adanya praktek mafia hukum yang menyebabkan reformasi hukum di Indonesai jalan ditempat.

Penguatan institusi penegak hukum yang ada sekarang merupakan hal yang tak bisa dihindarkan lagi. Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK sebagai lembaga yang independen dengan tugas dan wewenangnya masing-masing telah dilengkapi kekuasaan serta memiliki diskresi penuh dalam upaya penegakan hukum di Indonesia. Sinergisasi antara ketiga lembaga tersebut setidaknya membutuhkan beberapa hal. Pertama, pimpinan penegak hukum di lembaga masing-masing harus memiliki kemauan dan tekad kuat dalam memberantas praktik mafia hukum di institusi yang dipimpinnya. Kedua, perlunya penguatan serta pengawasan baik dari internal maupun eksternal masing-masing institusi penegak hukum. Dan terakhir, ada kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mengawasi kinerja aparat penegak hukum. Tentunya, jika ingin membersihkan kotoran, sapunya harus bersih, kalau sapu itu sendiri kotor, mana mungkin dapat membersihkan.



Tidak ada komentar: