Selasa, 23 November 2010

PEMUDA, MASIHKAN BERTUMPAH DARAH SATU, BERBANGSA SATU, DAN BERBAHASA SATU?


Kami poetra dan poetri indonesia mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air indonesia

Kami poetra dan poetri indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa indonesia

Kami poetra dan poetri indonesia mengjoenjoeng bahasa persatoean, bahasa indonesia

Djakarta, 28 oktober 1928

Betapa sejarah Bangsa ini telah membuktikan bagaimana pemikiran dan gagasan pemuda begitu digdaya dalam membawa perubahan besar bagi Indonesia. 1908, 1928, dan 1945 adalah sebagian dari rentetan panjang tahun keemasan pemuda dalam torehan pena sejarah. Pemuda yang dari prolog hingga epilog memiliki peranan luar biasa sebagai “avant garde” atau ujung tombak perubahan.

Narasi ini tentunya tidak sedang menjerumuskan Kita kepada romantisme masa lalu ketika menilik tahun-tahun keemasan pemuda dalam sejarah. Jika seorang Ir. Soekarno berucap JASMERAH! “Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah” tentu saja bukan tanpa pemaknaan yang mendalam. Sebuah penegasan atas penghormatan untuk tetap berpijak pada proses perjalanan yang terjadi selama sejarah hidup Bangsa ini. Sehingga, pembicaraan tentang pemuda saat ini tidak pernah akan bisa terlepas dari perjalanan pemuda di masa lalu.

Sebagaimana telah Kita ketahui bersama, tonggak kebangkitan lahirnya kesadaran berbangsa termanifestasi dalam komunikasi kebangsaan yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928 oleh sejumlah pemuda dalam Kongres Pemuda. Pemuda Indonesia kala itu bersumpah untuk “Satu tumpah darah, satu bangsa, dan satu bahasa” sebagai wujud komitmen tertinggi pemuda dalam menunjukkan kecintaan yang membara kepada tanah air Indonesia. Mencoba merefleksikan hal tersebut ke dalam dimensi masa kini, membawa Kita pada suatu titik kritis, apakah kecintaan pemuda saat ini kepada tanah air dengan mengimplementasikan sumpah tersebut masih semembara ketika dahulu sumpah “Satu tumpah darah, satu bangsa, dan satu bahasa” tersebut dibacakan?

Satu Tumpah Darah, Tanah Air Indonesia

Ir. Soekarno pernah mengatakan "Berikan aku sepuluh pemuda yang cintanya membara pada Tanah Air, maka akan kugoncangkan dunia". Pernyataan tersebut sebenarnya telah mensosokkan eksistensi pemuda yang mampu mengguncangkan dunia hanya jika pemuda memiliki cinta yang membara kepada tanah airnya. Kecintaan yang membara kepada tanah air membawa pemuda pada suatu titik kesadaran paling tinggi bahwa kontribusi untuk berbuat yang terbaik demi tanah air Indonesia merupakan harga mati yang tidak dapat ditawar lagi.

Sayangnya, saat ini masih saja ada pemuda yang belum menyadari peranan penting mereka dalam membangun tanah air Indonesia. Padahal pemuda merupakan asset yang paling berharga dan paling potensial untuk memajukan bangsa. Bila menilik masa lalu, patriotisme pemuda pada tanah airnya begitu besar terlihat dari garis perjuangan yang sangat progresif untuk memerdekakan tanah air Indonesia walaupun terbatasi oleh sulitnya akses dan mobilitas. Pemuda saat ini seharusnya berbesar hati karena mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk dapat berkontribusi bagi tanah air Indonesia, sebuah peluang yang seringkali tidak ditangkap oleh pemuda saat ini. Walau tidak akan seprogresif pemuda di masa lalu, adanya upaya untuk melakukan perubahan sekecil apapun yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar bisa menjadi bagian yang begitu berarti yan g juga mencerminkan rasa kecintaan yang tulus kepada Tanah Air Indonesia.

Satu Bangsa, Bangsa Indonesia

Sungguh bangga berada di Indonesia dengan berbagai rupa keanekaragaman yang disajikan di dalamnya. Ini adalah Indonesia, di mana agama, ras, suku, golongan, dapat berdampingan dan hidup rukun satu sama lain. Hal tersebutlah yang mencirikan jati diri bangsa Indonesia sesungguhnya yang ber-Bhineka Tunggal Ika, walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Kebanggaan terhadap bangsa Indonesia yang multikultur ini juga harus diiringi dengan upaya melestarikannya agar dapat terwariskan dengan baik ke generasi selanjutnya. Dalam hal ini, pemuda mempunyai andil sebagai garda terdepan dalam upaya pelestarian budaya Indonesia sebagai pengokohan jati diri bangsa Indonesia agar invasi budaya dari barat yang masuk ke Indonesia dapat difilterisasi.

Upaya tersebut tentunya tidak akan dapat terlaksana dengan baik apabila dalam diri pemuda itu sendiri belum terpatri rasa kecintaan kepada budaya Indonesia yang berrtransformasi ke dalam jati diri pemuda. Globalisasi arus barang dan jasa yang tidak terelakkan sebagai konsekuensi perdagangan bebas membuat arus barang dan jasa dari luar negeri kian marak di Indonesia. Hal ini secara tidak langsung akan berakibat pada preferensi pemuda dalam memilih barang dan jasa yang tidak dipungkiri akan mencirikan budaya Bangsa penghasil barang dan jasa tersebut. Kecenderungan tingginya penggunaan barang dan jasa produk luar negeri di kalangan pemuda belakangan ini tanpa disadari semakin mengikis bangsa Indonesia itu sendiri.

Oleh sebab itu, untuk membendung pengaruh budaya asing yang masuk seiring masuknya arus barang dan jasa, diperlukan benteng dalam diri pemuda yang tercirikan melalui karakter dan jati diri pemuda. Karakter pemuda harus mencerminkan junjungan tertinggi kepada bangsa Indonesia, bangsa yang berbudaya. Hal tersebut dapat dilakukan melalui hal-hal kecil seperti mengimplementasikan “Aku Cinta Indonesia” ke dalam keseharian pemuda lewat pengunaan atau penciptaan produk hasil dalam negeri Indonesia sendiri. Hal tersebut menjadi bukti paling konkrit adanya peran serta pemuda memajukan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya dan perwujudan pelestarian budaya bangsa yang beraneka ragam serta membuktikan kecintaan pemuda yang mendalam terhadap budaya bangsanya sendiri.

Satu Bahasa, Bahasa Indonesia

Globalisasi arus informasi dan pemikiran serta pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi membuka kesempatan seluas-luasnya kepada pemuda untuk bercengkrama dengan dunia. Belakangan ini, kecanggihan tekhnologi telah membawa pemuda ke dunia tanpa batas dalam mengakses informasi dan ilmu pengetahuan. Saat ini, pemuda menjadi generasi digital yaitu generasi yang mumpuni dalam komunikasi cepat, kapanpun dan dimanapun, sekalipun tanpa bertatap muka. Tentunya, hal tersebut memberikan konsekuensi logis pada adanya infiltrasi penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi sehari-hari.

Fenomena yang berkembang dikalangan pemuda tersebut tentu saja akan berkaitan erat dengan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Kebutuhan akan komunikasi yang serba cepat melazimkan penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Adanya anggapan kelaziman di kalangan pemuda tersebutlah yang semakin membuat penggunaan bahasa-bahasa yang tidak sesuai dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar kian marak. Akibatnya, Bahasa Indonesia semakin lama semakin terkikis dengan adanya bahasa pergaulan sehari-hari dan hanya dianggap penting digunakan pada keadaan-keadaan formal saja.

Kalau sudah begitu, pertanyaannya mau dibawa kemana bahasa Indonesia? Mungkinkah pemuda di negeri hanya mengenal bahwa Sumpah Pemuda itu hanya berkaitan dengan dua hal saja yaitu bertumpah darah satu dan berbangsa satu. Selayaknya hal ini menjadi refleksi bagi pemuda untuk dapat menjunjung bahasa Indonesia sebagai persatuan dan membiasakan penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pada akhirnya, semua hal diatas selayaknya menjadi momentum untuk merefleksi kembali butir demi butir sumpah pemuda terdahulu. Apabila dahulu pemuda sampai harus bersumpah bertumpah darah satu, Tanah air Indonesia, maka mungkin saat ini pemuda harus merefleksi kembali ke dalam diri, sejauh apa kontribusi Kita sebagai pemuda Indonesia untuk memajukan Tanah Air ini? Apabila pemuda dahulu sampai harus bersumpah berbangsa satu, Bangsa Indonesia, maka mungkin pemuda saat ini harus merefleksi kembali ke dalam diri, sejauh mana jati diri pemuda Indonesia mencerminkan kecintaannya terhadap bangsa Indonesia? Apabila pemuda dahulu sampai harus bersumpah berbahasa satu, Bahasa Indonesia, maka mungkin pemuda saat ini harus merefleksi kembali ke dalam diri, sejauh mana pemuda Indonesia menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan?

Pjs. Koordinator Bidang Pusat Kajian dan Studi Gerakan

Badan Eksekutif Mahasiswa 2010

Tidak ada komentar: