Selasa, 06 Januari 2009

Menyikapi Tahun Baru Hijriyah (walaupun udah telat)

"Dia yang telah Menyingsingkan pagi dan Menjadikan malam untuk beristirahat, dan (Menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketetapan Allah Yang Maha Perkasa, Maha Mengetahui."
(Q.S. al-An'am ayat 96)

Fenomena perayaan detik-detik pergantian akhir tahun memang menjadi moment yang sangat dinanti oleh jutaan umat manusia di berbagai penjuru dunia tidak terkecuali di Indonesia. Baik tahun baru Hijriyah, tahun baru Masehi, tahun baru Saka, ataupun perayaan tahun baru lainnya di Indonesia, bagi mereka yang merayakannya akan dilalui dengan penuh suka cita. Resolusi dan harapan-harapan di tahun yang akan datang terbumbung tinggi bersamaan dengan meletupnya kembang api dengan berbagai warna yang indah, dengan teriakan terompet, atau dengan renungan akhir tahun plus seuntai do'a yang terlantun lirih dan begitu indah. Yah,apapun itu caranya, perayaan menyambut tahun baru memang menjadi moment yang sangat menyenangkan.

Tahun ini, atas kehendak Allah Swt, peringatan tahun baru Hijriyah jatuh hampir bertepatan dengan peringatan tahun baru Masehi yang hanya berselang 24 jam. Sebelum melangkah lebih jauh, ada baiknya kita mengetahui asal muasal penanggalan Kalender Hijriyah dan Kalender Masehi. Kalender Hijriyah atau Kalender Islam (Bahasa Arab: التقويم الهجري; at-taqwim al-hijri), adalah kalender yang digunakan oleh umat Islam, termasuk dalam menentukan tanggal atau bulan yang berkaitan dengan ibadah, atau hari-hari penting lainnya. Di kebanyakan negara-negara yang berpenduduk mayoritas Islam, Kalender Hijriyah juga digunakan sebagai sistem penanggalan sehari-hari. Kalender Hijriyah menggunakan sistem kalender lunar (komariyah). Kalender ini dinamakan Kalender Hijriyah, karena pada tahun pertama kalender ini adalah tahun dimana terjadi peristiwa Hijrah-nya Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah, yakni pada tahun 622M.1

Sedangkan tahun baru masehi yang berasal dari nama lain Isa Almasih berhubungan dengan keyakinan agama Nasrani. Menurut catatan di Encarta Reference Library Premium 2005, orang pertama yang membuat penanggalan kalender adalah seorang kaisar Romawi yang terkenal bernama Gaisus Julius Caesar. Itu dibuat pada tahun 45 SM jika mengunakan standar tahun yang dihitung mundur dari kelahiran Yesus Kristus. Tetapi pada perkembangannya, ada seorang pendeta Nasrani yang bernama Dionisius yang kemudian 'memanfaatkan’ penemuan kalender dari Julius Caesar ini untuk diadopsi sebagai penanggalan yang didasarkan pada tahun kelahiran Yesus Kristus. Itu sebabnya, penanggalan tahun setelah kelahiran Yesus Kristus diberi tanda AD (bahasa Latin: Anno Domini yang berarti: in the year of our lord) alias Masehi. Sementara untuk jaman prasejarahnya disematkan BC (Before Christ) alias SM (Sebelum Masehi). Nah, Pope (Paus) Gregory III kemudian memoles kalender yang sebelumnya dengan beberapa modifikasi dan kemudian mengukuhkannya sebagai sistem penanggalan yang harus digunakan oleh seluruh bangsa Eropa, bahkan kini di seluruh negara di dunia dan berlaku umum bagi siapa saja. Kalender Gregorian yang kita kenal sebagai kalender masehi dibuat berdasarkan kelahiran Yesus Kristus dalam keyakinan Nasrani. “The Gregorian calendar is also called the Christian calendar because it uses the birth of Jesus Christ as a starting date.”, demikian keterangan dalam Encarta.2

Tahun Baru Hijriyah dan Tahun Baru Masehi belum lama ini telah berlalu. Bagi banyak orang mungkin spirit baru sebagai kausal dari perayaan tahun baru yang begitu meriah dan penuh sukacita masih terasa. Yang menjadi pertanyaan yang muncul dibenak saya dan kemudian memicu saya untuk berpikir kreatif tentang hal ini adalah Mengapa perayaan tahun baru Masehi jauh lebih meriah dibanding perayaan tahun baru Hijriyah khususnya di Indonesia yang mayoritas muslim? Tidak berusaha untuk membanding-bandingkan keduanya, tetapi saya selalu merasakan bahwa hal ini merupakan fenomena aneh, ndak tahu kenapa, apalagi untuk saya sendiri yang tidak pernah menganggap penting perayaan tahun baru masehi. Menarik tentunya membicarakan hal ini, walaupun saya bukan orang yang berkompeten tetapi saya akan mencoba mengkajinya sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan saya.

Hukum merayakan tahun baru?
Dalam Islam, hukum perayaan tahun baru masehi bagi seorang muslim adalah haram. Mengapa? Seperti yang telah kita ketahui tentang asal muasal penanggalan masehi bahwa merayakan tahun baru masehi adalah tradisi Nasrani bukan tradisi umat muslim. Allah dalam Al Qur'an menyebutkan secara khusus larangan menyerupai hari-hari besar mereka dalam Q.S. Al Furqaan ayat 72: “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu” . So, bagi kita-kita yang muslim ndak usah sok-sok-an ngikut gaul dengan ngerayain tahun baru masehi dengan asoy bin geboy. Kalau seorang muslim merayakan tahun baru masehi berarti melakukan persaksian palsu terhadap hari-hari besar orang kafir.

Ironisnya, perayaan tahun baru Hijriyah di Indonesia yang penduduknya mayoritas Muslim justru kurang meriah, berbeda dengan perayaan tahun baru Masehi. Dari berita-berita yang saya himpun perayaan tahun baru hijriyah hanya meriah di beberapa daerah di Indonesia yang masih memegang teguh tradisi perayaan tahun baru Masehi. Daerah itu di antaranya Padang, Makassar, dan Yogyakarta.

Mengapa demikian?
Faktor utama mengapa perayaan tahun baru menjadi momentum yang sangat ditunggu dan dilaksanakan dengan sangat meriah adalah ketidakpahaman atas hukum merayakan perayaan tahun baru itu sendiri. Banyak dari kita mungkin belum mengetahui bahwa Allah dalam Al Qur'an secara tegas melarang kita untuk merayakan hari-hari besar “mereka”. Selain itu, tradisi pada umumnya telah membudayakan masyarakat kita untuk melakukan perayaan tahun baru Masehi secara sukacita dan meriah. Bersama tradisi tiup terompet dan kembang api seolah perayaan tahun baru menjadi moment yang tidak boleh dilewatkan. Padahal esensi dari perayaan tahun baru Masehi hanyalah semu karena hanya dilewatkan dengan moment menyenangkan sesaat. Pergantian tahun merupakan momentum yang tepat untuk melakukan evaluasi diri bukan momentum untuk merayakan kesenangan sesaat dengan hura-hura dan lain-lain.

Pada akhirnya, tradisi yang telah ada tak mungkin dapat dengan mudah diubah. Perayaan tahun baru Masehi di seluruh dunia juga di Indonesia adalah suatu tradisi yang telah membudaya sehingga sulit dihilangkan. Hanya masyarakat yang masih memegang kuat Islam sebagai pedoman hidup mereka yang mampu memfilter semuanya dengan baik. Terbukti dari beberapa daerah di Indonesia yang masih merayakan tahun baru Hijriyah dengan sukacita.

Lantas, bagaimana seorang Muslim menyikapi hal ini?
Sebagai muslim, kita harus mampu membuang jauh-jauh tradisi yang jelas-jelas diharamkan ini dalam kehidupan kita. Jangan sampai esensi dari perayaan tahun baru Hijriyah justru tidak menjadi hal yang penting lagi dalam kehidupan seorang Muslim. Tahun baru Hijriyah memberikan kita pemaknaan lebih terhadap pergantian tahun di mana kita dapat menjadikan tahun Hijriyah yang merupakan tahun hijrahnya Rasululah Saw dari Mekah ke Madinah sebagai tahun keberkahan yang di berikan Allah bagi kita umat Muslim untuk meninggalkan kedzaliman menuju kebahagiaan. Tidak perlu heboh tetapi setidaknya pemaknaan kita terhadap tahun baru Hijriyah memberikan kita spirit baru untuk menggapai kebahagiaan di tahun yang baru pula. “Tenang tapi dalam” . Begitulah kita sebagai muslim seharusnya memaknai tahun baru Hijriyah.

Tidak ada komentar: