Sabtu, 14 Februari 2009

Perjuangan lewat tulisan..

He..eh..
Assalamu'alaykum wa rohmatullahi wa barokatuh..

Alhamdullilah..setelah lama tak berjumpa akhirnya sy bs menghadirkan lagi semangat gitacinta yang baru...semangat pergerakan..ternyata memang tak mudah untuk menjadi orang yang mampu berdiri tegar dalam arus pergerakan..untuk itu saya melalui wadah yang kredibel mencoba untuk mengadu kecerdasan untuk sekedar dapat memasuki,,lebih tepatnya berkecimpung dalam ranah BEM UI..huhu,,butuh pengorbanan masuk BEM UI,,salahsatunya adalah bikin esai,,sesuai sama keinginan saya yang ingin melakukan perubahan..hehe..
tertulislah dua buah esai yang gak tau bagus ato ga..yang pasti dengan esai ini sy bs berkecimpung dalam BEM UI di pusat pergerakan mahasiswa BEM UI (Pusgerak BEM UI)..
inilah perjuangan lewat tulisan...


BEM UI Sebagai Organisasi Pergerakan

Evaluasi dan Solusi”

Wilis Windar Astri



Mahasiswa hidup di tengah-tengah masyarakat. Itulah sebabnya mereka mengerti dan memahami betul apa yang dirasakan dan dialami masyarakat... Jika ada yang mengatakan tidak boleh atau melarang aksi mahasiswa, mungkin ada yang tidak senang dengan aksi mahasiswa.” (Dr. A. H. Nasution)1



Agaknya sepenggal kalimat yang diungkapkan oleh Dr. A. H. Nasution di atas dapat memberikan kita gambaran nyata tentang sosok mahasiswa dalam panggung pergerakan. Apa pun kondisi yang sedang berlangsung saat ini, dan dari sudut pandang mana pun akan kita tilik kondisi tersebut, tak bisa dipungkiri bahwa mahasiswa adalah the most important society. Mahasiswa adalah struktur unik dalam tatanan kemasyarakatan, politik maupun budaya. Unik karena mahasiswa memiliki status, latar belakang, dan ideologi yang boleh jadi membuat mereka bangga.


Dibalik itu semua, patut kita sadari bahwa mahasiswa adalah manusia biasa. Anggota asli dari sebuah tatanan kemasyarakatan di mana mereka hidup dan berjibaku di dalamnya. Dalam konteks ini, mahasiswa adalah figur lemah yang senantiasa dijadikan objek (padahal mereka hakikinya adalah subjek). Namun, dalam segala keterbatasan dan sangat biasanya mahasiswa, mereka bisa menjelma menjadi sebuah kekuatan luar biasa yang tidak bisa dibendung dengan senjata apa pun juga. Lebih lanjut, mahasiswa boleh jadi bangga atas intelektualitas yang mereka miliki karena mereka termasuk orang-orang yang beruntung yang dapat mengenyam pendidikan hingga jenjang yang tertinggi. Maka tidak salah memang, jika mereka-mereka ini menyandang sebutan mahasiswa, status superior bagi pelajar di Indonesia.


Status yang disandang ini memberikan konsekuensi logis adanya hubungan timbal-balik antara status dan peran mahasiswa. Sebagai bagian dari masyarakat, mahasiswa harus peka terhadap apa yang dialami dan dirasakan oleh masyarakat. Pentingnya peran mahasiswa ini layak kita garis-bawahi. Tidak hanya terletak pada posisi mahasiswa yang cenderung 'elitis' karena stigma positif yang melekat atas kedudukan mereka yang istimewa di mata masyarakat, tetapi juga berkaitan dengan aktivitas mahasiswa atas tanggung jawab moral-sosial kemasyarakatan yang digantungkan oleh masyarakat kepada mereka. Mahasiswa menjadi representatif bagi masyarakat dalam mengaspirasikan tuntutan. Oleh karena itulah, tuntutan mahasiswa adalah tuntutan rakyat.


Perjalanan Gerakan Mahasiswa


Gerakan mahasiswa tampaknya memang sudah menjadi tuntutan zaman. Keberadaannya timbul dan tenggelam dalam pergolakan bangsa-bangsa yang ingin menata kehidupan demokrasinya menuju ke arah yang lebih baik. Pengalaman historis perjuangan bangsa telah membuktikan bahwa mahasiswa selalu memainkan peranan penting dalam setiap perjuangan. Mahasiswa telah menjadi kekuatan yang ada pada setiap perubahan yang tertoreh dalam sejarah bangsanya.


Istilah gerakan mahasiswa menjadi sangat populer setelah terjadi sebuah fenomena monumental di tahun 1998.2 Meskipun pada masa sebelumnya, gerakan mahasiswa juga pernah secara aktif memelopori perubahan. Dalam konteks transisi politik di Indonesia, gerakan mahasiswa telah memainkan peranan yang penting sebagai kekuatan yang secara nyata mampu mendobrak rezim otoritarian.


Kalau kita melihat sejenak peran gerakan mahasiswa dalam konteks semangat zamannya, kita bisa menengok kembali kepada peran mahasiswa dalam kurun waktu yang amat menentukan dalam sejarah bangsa kita. Munculnya angkatan-angkatan 1908, 1928, 1945, 1966, 1974, 1978, dan 1998 di pentas politik baik yang berhasil ataupun yang gagal total kiranya senantiasa dilandasi semangat untuk melakukan kritik terhadap “status quo” dan mengharapkan kehidupan baru yang lebih baik dan dengan impian dan harapan yang lebih baik pula.


Mahasiswa pernah menjadi salah satu bagian dari gerakan pemuda yang tidak dapat dipisahkan dengan proses perjuangan bangsa, sejak terjadinya kebangkitan pemuda 1908. Pada masa kebangkitan nasional ini, kaum intelektual muda adalah bagian pendobrak cara pandang yang kolot dengan mengadopsi cara pikir yang cerdas. Posisi kaum intelektual (mahasiswa) pasca 1908 adalah munculnya generasi gerakan di tahun 1966 yang diyakini berhasil menumbangkan rezim Orde Lama dan menggantikannya dengan rezim Orde Baru. Kemudian, gerakan mahasiswa angkatan 1978 muncul sebagai kekuatan yang menolak usaha-usaha depolitisasi terhadap mahasiswa. Sementara itu, angkatan 1980-an muncul sebagai generasi gerakan kritis yang tidak memunculkan gerakan yang masif, tetapi intensif terjun lagsung dalam masyarakat dalam kelompok-kelompok diskusi dan LSM-LSM yang bekerja secara langsung dalam basis masyarakat. Puncak dari gerakan mahasiswa terjadi pada angkatan 1998 yang diyakini berhasil menumbangkan rezim Orde Baru. Gerakan yang dipelopori mahasiswa ini bersifat masif dan berhasil meruntuhkan hegemoni dan kekuasaan riil negara. Bahkan, militer pun berhasil diredupkan posisinya berkat kekuataan massa di bawah kepeloporan mahasiswa-mahasiswa.


BEM UI Sebagai Organisasi Pergerakan


Tidak dapat dipungkiri peran mahasiswa menjadi begitu penting dalam sejarah perjuangan bangsanya dari masa ke masa. Gerakan mahasiswa telah membuktikan bahwa mereka mampu untuk menumbangkan keotoritarian kaum elite atas rakyatnya. Gerakan mahasiswa untuk kemudian menjadi bentuk perjuangan dan kontribusi nyata kaum intelektual atas tanggung jawab moral-sosial mereka kepada rakyat.


Gerakan mahasiswa dari masa ke masa selalu memberikan nafas baru yang kemudian melahirkan aktivis-aktivis mahasiswa yang cerdas dan berani. Pada umumnya, gerakan yang dibangun oleh para aktivis mahasiswa ini berangkat dari sebuah kesadaran tentang posisi masyarakat yang berhadapan dengan negara. Intinya, para aktivis mengembangkan sebuah metode gerakan sebagai hasil dan tindak lanjut dari tingkat kesadaran yang mereka miliki tentang ketegangan antara negara dengan masyarakat.


Tidak hanya itu, gerakan mahasiswa selanjutnya juga memperkenalkan aktivis-aktivis yang tangguh sebagai “icon” pergerakan di kalangan sesama aktivis di masanya. Tak sekedar menjadi “icon” dalam angkatan pergerakan mahasiswa di masanya, tetapi mereka juga dianggap sebagai pahlawan yang tertoreh dalam perjalanan historis bangsanya. Sebut saja, pahlawan Ampera, Arief Rahman Hakim, mahasiswa yang gugur saat bentrok fisik dengan ABRI pada tahun 1966 saat mengaspirasikan Tiga Tuntutan Rakyat “Tritura”. Selain itu, tersebut pula nama Soe Hok Gie, intelektual muda angkatan 1966, aktivis mahasiswa yang berprinsip, jujur, dan berani dalam menyampaikan kritik-kritiknya demi kemajuan bangsa. Atau angkatan 1974 yang memunculkan sosok Hariman Siregar.


Arief Rahman, Gie, dan Hariman Siregar adalah sedikit di antara banyaknya intelektual muda juga aktivis yang terlahir dari semangat perjuangan dan pergerakan mahasiswa yang berhasil menjadi "icon" di masanya. Hal ini dikarenakan mereka memiliki ciri khas dan cara masing-masing dalam mengaspirasikan tuntutan atau kritik. Tetapi, satu hal yang menjadi catatan penting bahwa mereka sama-sama "lahir dan besar" dalam sebuah wadah pergerakan dan perjuangan di dalam kampus yang sama. Mereka sama-sama merupakan aktivis juga pahlawan-pahlawan hasil asuhan organisasi pergerakan bernama Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) atau yang dahulu bernama Senat Mahasiswa Universitas Indonesia (SM UI).


Universitas Indonesia melalui BEM UI sebagai organisasi pergerakan selalu memiliki keistimewaan dalam perjalanan pergerakan mahasiswa dari masa ke masa. BEM UI tidak dapat dipisahkan dalam sejarah pergerakan mahasiswa dalam kancah nasional. Dinamika BEM UI dalam panggung pergerakan mahasiswa saat ini begitu menarik perhatian. Hal ini dikarenakan, di berbagai kesempatan dalam ranah tersebut, BEM UI berhasil menjadi “trendsetter” bagi gerakan mahasiswa lainnya. Lebih lanjut lagi, BEM UI juga menjadi garda terdepan dalam perjuangan dan pergerakan mahasiswa masa kini. Dalam setiap pergerakannya BEM UI memiliki style, cita rasa, dan kelas tersendiri sehingga membuatnya beda, spesial, dan menyejarah. Itulah yang membuat BEM UI menjadi begitu menarik untuk disoroti.


BEM UI Dalam Evaluasi


BEM UI sebagai organisasi pergerakan yang tidak lepas dari peran pentingnya sebagai garda terdepan dalam pergerakan mahasiswa dalam konteks masa kini, tidak pernah luput menjadi sorotan baik oleh gerakan mahasiswa lain maupun pemerintah. Tidak dapat disangkal bahwa BEM UI selalu mewarnai setiap pergerakan mahasiswa baik dalam hal strategi gerakan maupun eskalasi gerakannya sehingga membuat BEM UI beda dari organisasi pergerakan lainnya. Adapun hal yang membuatnya beda antara lain terkait dengan pemilihan isu dan eskalasi gerakan.


Pertama, soal pemilihan isu. Tidak dapat dipungkiri bahwa pemilihan isu menjadi sangat penting ketika pergerakan akan dimulai. Seberapa cerdas, tajam, dan efektifnya isu yang diangkat akan menggambarkan intelektualitas dan kapabilitas pengusung isu tersebut. Hal tersebut berbanding lurus dengan dinamika keilmuan di kampus masing-masing. Namun yang perlu diperhatikan, suatu kampus yang memiliki kultur keilmuan yang begitu bagus, dinamika diskusi, dan wacana kontemporer yang masif belum tentu mampu jika dihadapkan pada penyusunan sebuah "isu gerakan".


BEM UI dalam perjalanannya dapat membuktikan eksistensinya dalam panggung pergerakan dengan

keikutsertaannya dalam ajang-ajang yang (seharusnya) cukup prestisius semisal Konferensi BEM se-Indonesia. Bahkan, seringkali isu yang dipilih dan diangkat oleh BEM UI cukup bisa menjadi pertimbangan utama untuk diangkat sebagai isu bersama bagi peserta konferensi tersebut. Sebagian besar dikarenakan peserta konferensi yang lain belum memiliki dinamika "yang seimbang" dengan apa yang sudah terjadi di internal UI. Alhasil, siapa yang paling kuat dan tajam dalam pemilihan & penyampaian isu, dia yang cenderung akan diikuti oleh yang lain. Dan BEM UI mampu melakukannya.


Kedua, soal eskalasi gerakan. Seberapa hebatnya suatu isu, tidak akan menjadi gerakan yang berarti manakala ia tidak mampu menjadi gerakan yang masif dan integral. Berdasarkan pengalaman saya, yang pernah terlibat langsung dalam beberapa aksi mahasiswa misalnya saja saat aksi tugu rakyat atau aksi tolak RUU BHP, saya dapati bahwa jumlah massa aksi mahasiswa UI selalu lebih banyak dari massa aksi kampus-kampus lainnya. Apalagi, warna jaket UI yang sangat mencolok "mewarnai" barisan massa aksi yang begitu banyak. Maka tidak heran, banyak yang begitu berkeinginan untuk memimpin suatu aliansi pergerakan yang BEM UI tergabung di dalamnya. Termasuk yang berusaha "menitipkan" isu kepada BEM UI untuk diangkat, baik dengan atau tanpa iming-iming keuntungan tertentu.


Namun, “tiada gading yang tak retak”, begitulah pepatah ini berlaku pula bagi organisasi pergerakan prestisius seperti BEM UI. Setiap ada kelebihan pasti ada kekurangan. Beberapa hal yang menjadi catatan penting bagi saya, tentunya lewat pengalaman saya terjun langsung dalam beberapa aksi mahasiswa masalah yang sering kali terjadi dan terus terulang antara lain adalah mengenai masalah waktu dan motivasi.


Pertama, masalah waktu. Dari beberapa kali pengalaman saya mengikuti aksi, poin penting yang saya catat dan saya pikir hal ini perlu diperbaiki adalah masalah waktu. Massa dari UI terkadang “ngaret”, padahal massa aksi dari kampus-kampus lain telah stand by di tempat aksi berlangsung. Entah karena mobilisasi massa yang sulit dan memakan waktu atau masalah perjalanan massa menuju ke tempat berlangsungnya aksi yang memakan waktu. Namun, saya pikir hal-hal seperti ini tidak perlu lagi dialami oleh organisasi pergerakan sekelas BEM UI.


Kedua, masalah motivasi. Belajar dari pengalaman, terkadang saya merasakan kepenatan saat melakukan aksi. Hal ini dikarenakan, lamanya mobilisasi sehingga membuat massa “kalah sebelum berperang” karena sudah kelelahan, belum lagi perjalanan mereka ke tempat aksi yang juga memakan waktu. Atau karena orasi-orasi yang berlangsung satu arah yang tidak mampu membangkitkan totalitas perjuangan. Harus saya akui, orasi yang baik adalah orasi yang mampu melibatkan hubungan emosional antara sang orator dengan massa sehingga aksi berlangsung dua arah dan membangkitkan daya juang massa. Namun, jauh dibalik itu, ada hal yang begitu krusial yang patut dipertanyakan yaitu mengenai motivasi massa mengikuti aksi. Ada motivasi dari sekelompok mahasiswa yang hanya sekedar mencari kesenangan atau hobi. Maka tak jarang saya temukan, ada massa yang ketika mengikuti aksi justru sibuk melap keringat dan mengeluh kepanasan, bahkan ada pula yang memanfaatkan momen untuk foto-foto bersama rekan mereka. Dari kelompok seperti inilah, gerakan mahasiswa lalu hanya bersifat sebagai aktualisasi egoisme dan memenuhi sifat heroisme yang sementara saja. Sehingga perlu ditanyakan kembali kepada mereka, “apa motivasi mereka mengikuti aksi?” Apakah hanya sekedar ikut-ikutan, menambah pengalaman, atau memang benar-benar tulus bergerak atas nama hati nurani dan rakyat. Karena gerakan mahasiswa tak butuh orang yang manja, bung!


Solusi


Gerakan mahasiswa memang tak butuh orang-orang yang manja. Maka dari itulah, BEM UI sebagai organisasi pergerakan yang menjadi “icon” dan “trendsetter” bagi gerakan mahasiswa lainnya harus melakukan pengorganisasian pada basis gerakan di tingkat bawah. Misalnya saja, melakukan kaderisasi dan pengaderan yang terus menerus pada lapisan dalam (internal BEM UI). Sedangkan pada lapisan luar, BEM UI juga harus melakukan pengorganisasian pada basis massa di tingkat rakyat sehingga tercipta hubungan yang baik antara mahasiswa dan masyarakat.


Wa Allahu a'lam bisshowab

Kebenaran hanya milik Allah..

1Gejolak Reformasi Menolak Anarki. Bandung: Penerbit Zaman Wacana Mulia. 1998

2A. Prasetyantoko & Ign Wahyu. Gerakan Mahasiswa dan Demokrasi di Indonesia. Jakarta: P.T. Alumni. 2001

2 komentar:

Anonim mengatakan...

sebagai orang awam, saya memandang mahasiswa memang merupakan salah satu "kekuatan" yang dapat merubah keadaan. di saat "sebagian" wakil2 rakyat di dpr/dprd sana "tidak mau" lagi memperdulikan nasib rakyat, maka mahasiswa lah yang akan turun langsung ke jalan, datang ke gedung dprd ataupun mpr/dpr dan menyampaikan aspirasi rakyat yang tidak tersampaikan.
tapi ada beberapa hal yg saya perhatikan ttg mahasiswa..
pertama, tidak semua mahasiswa di "Indonesia" memiliki kesadaran dalam melakukan aksi dgn benar. apakah bisa dijelaskan pada saya yang awam ini, tata cara melakukan aksi yg benar, buw??
seperti kita ketahui, sebagian kecil bahkan sampai melakukan tindak anarkis dalam demonstrasinya. ini kan, niat aspirasi yang dilakukan dengan cara yang salah. akibatnya, "nama mahasiswa" jadi tercoreng.. hufh..
kedua,, cukup lucu juga.. saya dapat hal ini dari salah seorang dosen saya.. "Yang duduk di DPR sekarang kan juga mahasiswa dulunya." hehehe.. Jadi, mohon juga untuk temen2 mahasiswa, kalo natinya jadi pejabat (amiin ya ALLAH), jangan lupa kalo sekarang ini, kita kan dah sering aksi, menyalurkan aspirasi rakyat, ngeliat langsung apa aja yg harus dibenahi. jadi yaa, jangan lupa ama rakyat lah intinya..

Wilis Windar Astri mengatakan...

mahasiswa..
akan selalu menjadi makhluk yang dinamis ketika tidak ada lagi ke-Akuaan atas ke-intelektualitas diri mereka..
akan selalu dinamis ketika berpegang teguh pada amanah rakyat..
akan selalu dinamis dalam memperjuangkan rakyat..
akan selalu menggunakan cara-cara yang cerdas untuk mematahkan rezim yang totaliter..
HIDUP MAHASISWA!!!
HIDUP RAKYAT INDONESIA!!!