Sabtu, 17 September 2011

Bravo Alva Lima India (Part 1)


Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala Puji Bagi Allah. Akhirnya, bisa juga menyempatkan waktu untuk berbagi cerita lagi dalam gitacintanyawilis. Rasanya sudah lama sekali tidak menulis di blog ini, padahal banyak cerita yang bisa tertuang, sampah yang bisa terbuang, dan hati yang (mungkin) bisa tertambat. Teruntuk kali ini, sepertinya yang paling tepat adalah menuangkan cerita seputar perjalanan empat hari tiga malam (6-9 September) di Bali. Insya Allah, banyak pelajaran dan hal-hal menarik yang bisa diambil dari cerita ini.

Perjalanan ke Bali kali ini merupakan pengalaman pertama untuk saya. Pada dasarnya merupakan perjalanan dalam rangka penelitian. Penelitian yang saya jalani ini adalah penelitian dengan tema besar “Kebijakan Fiskal dalam Perubahan Iklim”. Penelitian ini merupakan penelitian yang bekerjasama dengan Badan kebijakan Fiskal (BKF) bersama DFID (UK AID). Penelitian ini kemudian terpecah menjadi penelitian-penelitian dengan tema yang lebih spesifik, dimana tema penelitian tersebut merupakan tema-tema yang diambil dari penelitian skripsi yang telah dijalani mahasiswa yang berkaitan erat dengan isu perubahan iklim. Penelitian ini melibatkan sembilan orang peneliti diantaranya ketua tim, satu orang mengurus administrasi, dan tujuh anggota tim peneliti, dengan komposisi satu S3, satu S2, dan sisanya merupakan mahasiswa yang baru saja merampungkan S1-nya.

Adapun menjadikan Bali sebagai tempat penelitian bukanlah tanpa alasan. Bali dipilih sebagai site penelitian, dikarenakan beberapa site di Bali sangat cocok untuk mendukung analisis data penelitian, walaupun tak semua peneliti bisa melakukan penelitian di Bali. Site penelitian tersebut diantaranya di daerah Bangli, dimana Kabupaten tersebut merupakan ‘hutannya Bali’. Bangli menjadi satu-satunya di Bali yang bisa dibilang ‘tidak diperbolehkan’ untuk mengalihfungsikan daerahnya sebagai sentrawisata seperti daerah-daerah lain misal Kabupaten Badung yang pendapatan terbesarnya berasal dari objek wisata, Pura Uluwatu, ungkap Pak Made, driver tersabar yang setia menemani perjalanan selama Kami di Bali. Dalam hal ini, Bangli sangat terkenal sebagai kota agropolitan dimana produk utamanya antara lain Sapi Bali dan Kopi Bali.

Pada dasarnya, penelitian di Bali selain dalam rangka memenuhi data yang dibutuhkan, juga merupakan ajang bagi peneliti untuk lebih solid lagi, mengingat jangka waktu penelitian yang panjang hingga Desember tahun ini. Perjalanan ke Bali kali ini boleh dibilang sangat terfasilitasi dengan baik, dari mulai transportasi, akomodasi, konsumsi, mengingat dana penelitian dalam rangka perjalanan ini sudah sesuai dengan RKAT, Insya Allah tepat sasaran. Karena untuk ke tempat-tempat wisata, menjadi tanggungan pribadi masing-masing peneliti.

Tak perlu berpanjang kata soal penelitian, sebaiknya mari bercerita saja soal perjalanan selama di sana. Karena proporsi terbesar perjalanan di Bali memang untuk jalan-jalan: 20% untuk penelitian, 80% untuk jalan-jalan. Hahahaha. Semuanya sesuai dengan prosedur perjalanan yang telah disusun langsung oleh Ketua Tim. Sebagai anggota penelitian, selama data-data sudah terpenuhi, setelahnya terserah kemana driver mengantar.


Day 1

Makan Siang (lupa nama Restorannya – Insya Allah HALAL)

Perjalanan di Bali berlangsung selama empat hari tiga malam. Berangkat menggunakan pesawat pagi hari, kami sampai di Bali siang hari, mengingat adanya perbedaaan waktu, di mana waktu Bali lebih cepat satu jam dari waktu di Jakarta. Sesampainya di Bali dan telah dijemput driver, Kami langsung menuju tempat makan untuk makan siang. Pertama kali masuk ke restoran, saya pikir akan “Bali” banget suasananya. Ternyata eh ternyata, disambut dengan lagu Sunda, sesuatu banget deh. Alhamdulillah yah, udah di Bali, tapi masih berasa di Mang Kabayan Margonda - Depok. Benar-benar sesuatu banget, padahal tempatnya udah nuansa ‘Bali’ banget, kali ini musik tak pernah berbohong, hati saya masih di Depok (masih jetlag maksudnya). Hahaha. Selesai makan masakan yang juga khas Sunda banget, perjalanan dilanjutkan menuju ke selatan Bali, dan destinasi pertama kami adalah Garuda Wisnu Kencana (GWK).


Garuda Wisnu Kencana (GWK)

Garuda Wisnu Kencana

Foto: Dokumentasi Pribadi

Garuda Wisnu Kencana merupakan salah satu objek wisata yang bikin takjub juga. Ada aja orang iseng bikin patung mau ngalahin patung Liberty. Hahaha. Luar biasa, pematungnya! Berada diketinggian (entahlah berapa), lokasi patung GWK ini merupakan lokasi tertinggi yang ada di Provinsi Bali. Tak heran, walau matahari tengah terik-teriknya, di kawasan ini, wisatawan tidak perlu takut kegerahan karena angin yang berhembus sangat sejuk. Tiket masuk untuk menuju tempat ini sebesar Rp. 25.000 untuk dewasa, dan untuk pelajar sebesar Rp. 20.000. Dengan harapan besar dapat harga pelajar, Kami sudah siap dengan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM). Ternyata eh ternyata, mahasiswa masuk itungan dewasa. Hahaha. Padahal udah ngarep banget masuk kategori pelajar. Hahaha.

Sesampainya di lokasi ini, yang ada dibenak saya hanya terpikir, bagaimana ini patung yang tingginya dua kali tinggi rumah saya dibawa dari Bandung. Mengingat pematungnya berasal dari Bandung, dan proses pembuatannya pun dilakukan di Bandung. Ish…kerenlah pokoknya. Subhanalloh. Walaupun konstruksi patung GWK ini belum selesai, dimana antara patung Dewa Wisnu, patung Garuda, serta tangan Dewa Wisnu letaknya masih terpisah-pisah, tapi patung GWK ini sudah dapat dipastikan sangat amat megah sekali, dan seperti perkiraan akan melebihi tinggi patung Liberty. Mungkin kalau benar adanya seperti itu, Pulau Jawa dan Pulau Lombok bisa terlihat dari patung GWK. Luar biasa!

Patung Dewa Wisnu, akan diletakkan di atas patung burung Garuda
Foto: Dokumentasi Pribadi

Selain patungnya yang keren, wisatawan di lokasi ini juga disuguhkan dengan pemandangan gunung kapur yang di ‘papras’ (gak tahu bahasa yang lebih enak dari ini apa) Intinya, gunung kapurnya dibentuk sedemikian rupa, jadinya seperti di kelilingi apa gitu kalau berdiri di lokasi. Selain itu, di lokasi ini juga ada mata air yang dipercayai suci dan barangsiapa yang meminta doanya supaya cepat terkabul bisa ke mata air tersebut untuk meminumnya. Menurut informasi dari penjaga setempat, mata air ini tidak habis-habis walau musim kemarau berkepanjangan. Bagi yang percaya, mungkin bisa dicoba.


Pantai Dream Land

Perjalanan kemudian dilanjutkan menuju Dream Land. Sesampainya di pantai ini, wisatawan akan disuguhkan pemandangan pasir putih yang eksotis lengkap dengan saung-saung tempat pijat, hahaha. Ombak laut yang sangat prima di pantai ini sangat cocok bagi para pecinta surfing. Ombaknya pas mantab! Selain itu, disini wisatawan lokal akan disuguhkan pemandangan bule-bule yang sedang berjemur dengan asyiknya di tengah teriknya matahari kala itu. Pemandangan yang kontras sekali dengan Kami yang kala itu berpakaian tertutup terutama bagi kami yang berjilbab. Hahaha. Mungkin bule-bule disitu keheranan juga kali yah, orang ke pantai pakai baju kok tertutup, padahal lagi panas sepanas-panasnya. *Sambil terus istigfar*

Pantai Dream Land
Foto: Dokumentasi Pribadi


Pura Uluwatu – Kecak Dance

Astagfirullah ternyata berlanjut hingga tempat ini. Kejadian super seru paling saya rasakan pada akhir destinasi hari pertama di Bali yaitu di Uluwatu. Warning! Bagi siapa saja yang mengunjungi tempat ini waspadalah! Waspadalah! Monyet di Uluwatu super banget ganasnya. Naluri untuk nyolongnya gede banget. Jadi, kalau sesampainya disini, sebelum memasuki daerah Uluwatu, sebaiknya barang-barang seperti kacamata, topi, barang-barang yang agak bling-bling harap diselamatkan terlebih dahulu. Selain monyetnya bandel, tampilannya memang sangar sodara-sodara, makmur-makmur banget monyetnya, pintar cari makan mereka. Karena bagi siapapun yang berhasil diambil barangnya sama itu monyet, dijamin barang tidak akan kembali, kecuali pawangnya kasih makan. Intinya harus disogok dulu monyetnya biar mau ngembaliin barang yang diambil. Hehe

Balik lagi ke Uluwatu-nya. Uluwatu benar-benar eksotis. Subhanallah banget. Sesuatu pokoknya. Kalau manusia ada aja yang sombong, coba aja liat eksotisme Uluwatu, harus takjub dan merasa diri lemah atas kebesaran Tuhan. Luar biasa indah! Yang bikin seru dari perjalanan sore menanti sunset di Uluwatu selain melihat sekeliling pura adalah ketika lagi foto-in dosen pembimbing. Resenya adalah dosen pembimbing tau ada monyet ganas lagi ngincer sandal saya, tapi dia diem aja, biar saya fokus ngambil foto dia katanya. Dan jeng jeng jeng. Akhirnya, terjadilah perang antara kaki saya dan monyet, tidak tanggung-tanggung, dua monyet berebutan mau ambil sandal saya. Muka udah kepalang jelek banget, mau nangis, sandal udah dicakar-cakar pake kukunya monyet, hiks. Tapi pada akhirnya, perjuangan saya berhasil, sodara-sodara. Super… Alhamdulillah ya Allah. Sesuatu banget, bisa lolos dari dua monyet binal yang mau ambil sandal saya.

Kalau mengingat perjuangan saya mempertahankan sandal oke juga ternyata, karena mba-mba di depan saya sendalnya abis digerogotin (dirusak) sama monyet pasca berhasil direbut. Yang bikin prihatin adalah tak lama setelah sandal si mba dirusak, monyetnya bahkan ngerampas anting mbanya, sumpah liar banget monyetnya. Kasian mbanya, sudah sandal hilang, anting dirampas pula. Entah karena pertahanan si mba terlalu mudah dipatahkan atau memang monyetnya ngefans sama mbanya. Tapi yang pasti, saya bersyukur sekali bisa mempertahankan sandal, harganya lumayan soalnya, bisa buat makan warteg 7-10 kali.

Lanjut ke perjalanan selama di Uluwatu, kami bersepakat untuk menonton Kecak Dance. Harga tiket untuk menonton tari Kecak ini seharga Rp 70.000,00. Lumayan menguras kantong juga untuk wisatawan domestik, pasalnya harga tersebut tidak dibedakan dengan tarif bagi wisatawan luar negeri. Setelah mendapat tiket, wisatawan akan mendapatkan sinopsis cerita yang akan dibawakan dalam tari Kecak tersebut sesuai dengan bahasa yang digunakan. Kalau sepengamatan saya antara lain ada Bahasa Indonesia, Jepang, Korea, Mandarin, dan Bahasa Inggris. Sinopsis cerita tersebut sangat membantu memahami alur Tari Kecak yang dibawakan.

Tari Kecak baru akan dimulai jam 18.00 WITA, untuk mengisi waktu menunggu dimulainya pagelaran, kami langsung menuju spot pagelaran untuk melihat sunset. Spotnya itu loh, luar biasa kece banget sodara-sodara. Kalau ke tempat ini, wajib banget take-in tempat duduk secepatnya, karena kalau telat dikit pasti sudah penuh dan gak dapat tempat duduk. Di tempat ini bakal berasa banget lho bangganya sama budaya Indonesia. Bule-bule, oppa unni dari korea, bersama wisatawan dai luar negeri lainnya, tumpah ruah duduk menanti sunset+pegelaran Tari Kecak. Eksotis banget!

Akhirul kalam: Sunsetnya keren banget + Tari Kecaknya AWESOME! Speechless. Pulau Dewata, eksotis!

Sunset di Uluwatu
Foto: Dokumentasi Pribadi

Tari Kecak

Foto: Dokumentasi Pribadi

Cerita perjalanan selama di Bali akan berlanjut! Nantikan part berikutnya. Banyak tempat, banyak cerita. Best Itenerary, terimakasih Ibu Dosen Pembimbing

Tidak ada komentar: