Rabu, 28 April 2010

Perempuan Tonggak Peradaban Negeri

Perempuan Tonggak Peradaban Negeri



Peradaban yang besar itu tidak akan lahir tanpa peran perempuan. Itu tandanya, peradaban tidak pernah terlepas dari peran perempuan dalam melahirkan sosok-sosok pemimpin peradaban. Betapa besarnya peran perempuan dalam melahirkan sosok pemimpin peradaban tercermin dari citra peradaban di masanya. Kondisi perempuan di masanya akan merefleksikan pula citra peradaban di masanya.

Jika kita tilik kembali secara historis, lembar-lembar sejarah dan peradaban selalu mengukirkan nama sosok-sosok perempuan atas peran besarnya dalam melahirkan peradaban besar. Dari sekian banyak orang-orang yang namanya ditulis dengan tinta emas, selalu ada satu, dua orang atau beberapa perempuan yang namanya juga turut ditulis dalam lembaran sejarah dan peradaban. Seperti misalnya Hindun yang melahirkan Muawiyah radhiallahu anhu. Dalam konteks peradaban Indonesia pun, Kita dapat menemukan nama-nama perempuan hebat yang terukir. Dalam bidang pergerakan nasional misalnya, Kita dapat menemukan nama Raden Ajeng Kartini dan Dewi Sartika sebagai sosok-sosok perempuan hebat yang memperjuangkan hak-hak wanita untuk memperoleh pendidikan yang setara.

Apabila dibandingkan dengan kaum laki-Iaki, gaung kaum wanita dalam meramaikan goresan tinta emas sejarah bisa jadi tidak berjalan sejajar dengan langkah kaum lelaki yang lebih nyaring terdengar. Namun, ketidaksetaraan ini tidak bisa diindentikkan dengan peran perempuan yang lebih kecil dalam membangun peradaban dibanding dengan peran laki-laki. Dilihat dari kuantitasnya, jumlah perempuan lebih banyak daripada jumlah laki-laki. Ini mencerminkan bahwa sebagian besar penduduk di bumi ini—hampir lebih dari setengah jumlahnya—diisi oleh perempuan. Dan justru dari sinilah kita melihat bentuk keadilan Allah SWT karena dengan jumlah wanita yang lebih banyak dari jumlah laki-laki maka hal ini membantu proses regenerasi umat manusia sebagai pewaris peradaban.

Dalam Islam sendiri, kedudukan wanita dan laki-laki adalah sama, yang membedakan keduanya di mata Allah SWT adalah amal dan taqwa dalam diri mereka. Jadi jelaslah di sini bahwa Islam sama sekali tak membedakan derajat antara wanita dan laki-laki. Dan berkaitan dengan tanggung jawab tersebut, masing-masing pihak baik perempuan dan laki-laki sebenarnya memiliki tanggung jawab yang sama besar baik peranan secara langsung maupun tidak langsung sesuai dengan potensi yang telah diberikan Allah SWT kepada mereka. Namun, yang sekali lagi harus dipahami bahwa perempuanlah yang kemudian menjadi tonggaknya dan laki-laki sebagai penegaknya. Itulah sebabnya wanita juga memainkan peranan yang penting dalam masyarakat karena peran dan tanggung jawabnya tak bisa dipisahkan dengan pola pembentukan masyarakat.

Dalam konteks kekinian, peranan perempuan sebagai tonggak lahirnya peradaban emas disadari betul sebagai sebuah hal yang tidak bisa dipisahkan dari sendi-sendi kehidupan bangsa. Seorang perempuan ‘ibu’ memegang peranan utama dan pertama dalam mendidik pribadi-pribadi yang kelak mewarisi peradaban negeri, yang kemudian memikul tanggung jawab besar sebagai pengemban amanah—penerus peradaban. Tanggung jawab ini yang kemudian harus disadari penuh oleh perempuan manapun di dunia.

Semangat kesetaraan gender yang selama ini menjadi fakta yang tak terelakkan dalam menghadapi tantangan era globalisasi boleh jadi mendorong daya juang perempuan dalam kancah –kancah sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, satu hal yang tidak boleh terlupakan dan patut disadari secara menyeluruh bahwa perempuan merupakan garda terdepan pewaris nilai-nilai kehidupan. Maka, pembinaan kepada perempuan itu sendiri menjadi sangat penting dalam hal ini. Perempuan sudah sepatutnya harus terbina dan membina dengan baik demi terciptanya lingkungan kehidupan yang kondusif terhadap nilai-nilai dan norma-norma yang telah ditetapkan. Apabila tidak terbina dan membina dengan baik, maka akan terciptalah sebuah masyarakat yang tak peduli dengan nilai-nilai dan norma-norma yang telah ditetapkan. Seperti yang mungkin kita lihat dalam kondisi sekarang ini, semangat emansipasi dan feminisme kemudian sedikit memukul mundur peran utama perempuan sebagai pendidik anak-anak yang kelak meneruskan peradaban besar negeri ini.

Berawal dari pendidikan dalam keluarga, seorang perempuan kemudian bertanggung jawab dalam pendidikan anaknya. Hal ini karena keluarga merupakan lingkungan terkecil dari suatu peradaban. Justru dari sebuah keluargalah kemudian masyarakat-masyarakat yang madani terbentuk dan kemudian menjadi sebuah negara dengan peradaban besar dan hebat. Seorang perempuan ‘ibu’ dalam keluarga memiliki peranan untuk menanamkan orientasi keluarga yang telah disepakati bersama dengan suaminya, tentunya sesuai dengan Al Qur’an dan Al Hadist. Orientasi keluarga ini meliputi cara pandang anggota keluarga dalam melestarikan nilai-nilai dan norma-norma yang telah digariskan oleh Alloh dalam Al Qur’an dan sesuai dengan yang diajarkan Rosululloh misalnya tentang ketauhidan. Selanjutnya, Ibu juga berperan untuk mewariskan nilai-nilai yang selama ini ada dalam keluarga agar tetap terjaga. Tidak lupa pula, seorang ibu tentunya harus mewariskan pendidikan ibadah kepada anak-anak mereka agar tercipta keluarga yang memiliki nilai spiritual serta kultur islami yang tinggi. Lalu, seorang Ibu kemudian harus menanamkan kepada anak-anaknya kemampuan bersosialisasi yang baik dengan lingkungan sekitar sehingga tercipta lingkungan yang harmonis dengan orangorang sekitar. Kemudian, agar tercipta rasa tanggung jawab dalam keluarga, seorang ibu harus pintar-pintar membagi tugas atau bahkan mendelegasikan tugas kepada anak-anaknya dengan jelas dan tentunya sesuai dengan kemampuan agar anak-anak menjadi mandiri. Dan pada akhirnya, apabila tahapan-tahapan tersebut dapat dipahami dan diterapkan dengan baik sebagai sebuah proses penanaman pendidikan yang utuh dan menyeluruh, keluarga teladan pastilah akan tercipta dan kemudian akan mewujudkan masyarakat madani yang menjadi tonggak peradaban negeri.

Pertanyaan yang timbul kemudian mengapa harus perempuan yang memikul tanggung jawab ini. Ini kemudian kembali lagi pada potensi perempuan dalam hal ini. Berbeda dengan laki-laki yang konsentrasinya hanya bisa diarahkan pada satu hal pada suatu waktu, sambil menjalankan aktivitasnya dalam mendidik anak, perempuan bisa menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga, wanita karir, dan lain-lain. Sifat-sifat kesabaran dan ketelitian dalam hal mendidik anak juga ada pada jiwa perempuan. Oleh karenanya, wanita itu hendaknya haruslah cerdas dalam membina keluarganya. Seandainya semua wanita memahami tanggung jawab besar ini dan dapat membina dengan baik keluarganya, maka dapat dipastikan peradaban yang baik pun akan segera tercipta dengan sendirinya.

Perempuan sekali lagi bukanlah sekedar pemanis peradaban atau penggembira derap perjuangan lelaki. Perempuan adalah entitas peradaban yang memiliki peran yang sama pentingnya dengan laki-laki. Orang bijak pernah berkata bahwa apabila ingin memperbaiki masyarakat maka perbaikilah perempuan-perempuan yang ada di dalamnya. Memangtidak salah, bahwa di pundak perempuanlah tergores hitam putihnya peta sejarah umat manusia masa depan, jika baik perempuannya, maka akan baik suatu negara, sebaliknya, jika hancur perempuanya, maka akan hancur pula suatu negara.

Begitu pula dengan ungkapan “Surga di telapak kaki ibu”, inilah peran penting seorang perempuan, karena di bawah asuhannyalah generasi-generasi pewaris peradaban akan tumbuh dan berkembang. Di bawah bimbingannya itulah kemudian terlahir generasi-generasi hebat penerus peradaban. Generasi yang tentunya tidak hanya mengedepankan keilmuan, tetapi juga mengedepankan akhlaq dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat sekitar. Di tangan asuhan perempuan-perempuan seperti inilah tonggak peradaban negeri lahir.

Wallahu‘alam bisshowwab

Daftar Bacaan:

1. Ibrahim, Marwah Daud. Teknologi, Emansipasi, dan Transendensi, Wacana Peradaban dengan Visi Islami. 2003. Bandung: Mizan

2. Tapi Omas, dkk. Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita. 2000. Bandung: Penerbit Alumni

Tidak ada komentar: