Selasa, 27 April 2010

Introduction to International Tax Law

Introduction to International Tax Law

Prof. Kees van Raad



Pajak semata-mata merupakan urusan domestik suatu negara. Namun, sejak berkembangnya investasi dan perdagangan internasional mulai dari tahun 1900-an berupa transaksi lintas negara antara perusahaan untuk penjualan, pabrikasi, atau penyediaan jasa lintas negara yang hanya efektif melalui 2 cara, yaitu: pembelian perusahaan asing (pengaturan cabang asing), dan membuka cabang baru. Maka, pajak tidak lagi menjadi urusan domestik suatu negara, hal tersebut berkaitan dengan munculnya beberapa isu, antara lain: pajak dari keuntungan penjualan lintas negara, pajak dari dividen, yurisdiksi pajak internasional, dan peran perjanjian pajak.


Untuk menjawab isu-isu yang berkembang di atas, diperlukan adanya suatu perjanjian pajak (tax treaty) di antara negara-negara yang terlibat transaksi antar lintas negara. Tax Treaty bertujuan untuk mendorong transaksi perdagangan dan investasi lintas negara dengan mencegah adanya pajak berganda internasional dan mencegah adanya penghindaran pajak internasional. Keuntungan yang didapat dari dua negara dengan adanya tax treaty di antaranya, pengurangan penghasilan kotor atas witholding tax, adanya koordinasi antara negara sumber pajak dan pembebasan pajak berganda di negara residen, serta pertukaran informasi dan bantuan dalam pengumpulan pajak.


Struktur tax treaty dalam OECD Model misalnya pada chapter 3, di mana pasal-pasalnya secara umum membahas mengenai scheduler income yaitu jenis-jenis penghasilan dalam tax treaty. Dalam article 6 tax treaty mengenai penghasilan dari harta tak gerak (income from immovable property), Prof. Kees van Raad mencontohkannya sebagai berikut:

Article 6

(1). Income derived by a resident of a Contracting State from immovable property (including income from agriculture or forestry) situated in the other Contracting State may be taxed in that other State.

Berarti atas penghasilan yang diperoleh penduduk di Belanda atas kepemilikan harta tak gerak di Spanyol, maka atas penghasilan tersebut hanya dapat dikenakan pajak (may be taxable only) di Spanyol yaitu tempat immovable property berkedudukan.


Selanjutnya, dalam article 7 tax treaty mengenai business profit, Prof. Kees van Raad menjelaskan aturan utama article 7 bahwa negara yang boleh memajaki business profit adalah negara residen (resident country). Dan terdapat pengecualian, di mana di samping negara residen, negara sumber penghasilan juga dapat mengenakan pajak (may be taxed) atas penghasilan yang didapat melalui permanent establishment (BUT) di negara sumber. Contohnya:







Article 7

(1). The profits of an enterprise of a Contracting State shall be taxable only in that State unless the enterprise carries on business in the other contracting through contracting state through a permanent establishment situated therein. If the enterprise carries on business as foresaid, the profits of the enterprise may be taxed in the other state but only so much of them as is attributable to that permanent establishment.

Berarti atas penghasilan yang diterima oleh WPDN Indonesia dari luar negeri misalnya Singapura atau negara lain (World Wide Income-WWI), maka atas penghasilan tersebut hanya dapat dipajaki di Indonesia (may be taxable only in that State). Sedangkan jika residen Negara Singapura yang memiliki penghasilan dari luar Negara Singapura--dalam hal ini Indonesia sebagai source Country--melalui sebuah Bentuk Usaha Tetap atau permanent establishment, terdapat pengecualian bahwa atas penghasilan tersebut dapat dikenakan pajak di negara sumber (Indonesia) dan pajak yang telah dipungut di Indonesia wajib atau harus dapat dikreditkan di negara residen (Singapura).


Bentuk Usaha Tetap (permanent establishment) sendiri dalam OECD Model disebutkan antara lain: Article 5 (1)-> physical permanent establishment; Article 5 (3)-> project permanent establishment; Article 5 (5)-> agency permanent establishment.


Dijelaskan pula mengenai perbedaan antara Residence State dengan Source State. Dalam Article 4 mengenai Resident: For the purpose of this convention, the term “resident of a Contracting State” means any person who, under the laws of that State, is liable to tax therein by reason of this domicile, residence, place of management or any other criterion of a similar nature, and also includes that State and any subdivision or local authority thereof. …”. Definisi tersebut berdasarkan pada definisi hukum domestik tentang resident, dan permanent establishment dari perusahaan asing untuk tujuan tax treaty bukan merupakan resident taxpayer.


Sedangkan konsep other State atau negara sumber, dapat dicontohkan sebagai berikut: Bank Belanda mengeluarkan pinjaman kepada perusahaan Amerika Serikat atas nama kantor cabang perusahaan Kanada, di mana Perusahaan AS menggunakannya untuk keamanan atas harta tak gerak (immovable property) miliknya di Israel. Dalam contoh tersebut, negara sumber dapat ditentukan sebagai berikut:

- Tax treaty Belanda-AS (OECD Article 11.5-1), maka negara sumbernya dalam hal ini adalah AS

- Tax treaty Belanda-Canada (OECD Article 11.5-2), maka negara sumbernya dalam hal ini adalah Kanada

- Tax treaty Belanda-Israel (Article 7.2: the term ‘immovable property’ includes loans secured by mortgage on immovable property), maka negara sumbernya dalam hal ini adalah Israel

Tidak ada komentar: