Sabtu, 05 Februari 2011

Pocong Ngesot, Ini Benar-Benar Indonesia!


Sore kemarin, sehabis upaya memecahkan #kode, saya memutuskan untuk menghadiri wisuda di balairung UI untuk melihat para wisudawan-wisudawati UI yang pada hari kemarin resmi melepas status mahasiswanya untuk menempuh fase kehidupan selanjutnya yaitu kehidupan pasca kampus. Sungguh,berada di antara perasaan senang dan sedih, hadir di acara wisuda selalu memiliki tempat tersendiri di hati saya. Spesial, istimewa, dan indah pada waktunya, itulah kesan yang akan selalu terukir setiap kali hadir dalam wisuda. Namun di sisi lain, wisuda juga membawa kedukaan, duka karena menyadari kemalasan yang meraja membuat proses menuju wisuda menjadi begitu berat. (Next post coming soon about graduation day)


Rupanya, Allah berkehendak lain. Sungguh tak dinyaya, saya tiba-tiba teringat bahwa sore kemarin mempunyai kewajiban untuk menuntut ilmu Allah, untuk sejenak melingkar bersama para akhwat tangguh yang magnet qolbunya tak pernah bisa ditolak. Di satu sisi, saya sungguh tidak ingin melewatkan moment--walaupun hanya sekedar mengucapkan selamat--untuk bertemu para wisudawan wabilkhusus teman-teman seperjuangan di BEM UI 2009 dan 2010, para kakak-kakak pejuang UI yang telah merelakan waktu kelulusannya tertunda. Namun di sisi lain, panggilan untuk menuntut ilmu Allah jauh lebih kuat. Ini menyoal kebutuhan bahkan bukan keinginan semata. Saya merasa butuh, dan akhirnya, saya memutuskan untuk segera meluncur menuju markas lingkar cahaya, dengan target bisa kembali lagi ke depok selepasnya (walaupun akhirnya tetap tidak bisa menyusul L )


Selama diperjalanan, di sebuah ruas jalan yang biasa saya lalui untuk menuju ke markas lingkar cahaya, saya dikejutkan oleh gambar yang terpampang di billboard besar. Agak jauh tersamar karena naik motor, setelah mendekat kemudian, barulah saya bisa dengan jelas melihat apakah sebenarnya yang tergambar pada billboard besar itu. Untungnya saya punya Tuhan yang maaf-Nya seluas langit dan bumi! “POCONG NGESOT” begitulah kiranya apa yang terpampang jelas lengkap, dengan gambar ilustrasi pocong yang sedang ngesot. Maka sontak saya memohon ampun kepada Tuhan, “Astagfirullahaladzim”, sambil ketawa geli melihat kekonyolan yang nampak jelas di pelupuk mata.


Ini benar-benar Indonesia! Sampai setan-setan pun turut kebagian rezeki karena tampangnya mejeng di billboard super gede di jalanan yang cukup strategis pula. Ini bukan lagi menyoal apa yang sekedar terpampang dalam billboard tersebut, tetapi lebih dari itu, yaitu apakah sebenarnya yang hendak disampaikan (selain promosi film itu sendiri). Untuk menjawab rasa penasaran, saya mencoba mencari tahu review Film POCONG NGESOT tersebut (sebuah kegiatan yang sebenarnya bersebrangan dengan hati nurani). Ternyata POCONG NGESOT adalah film komedi horror, yang bagi saya film ini hanya menambah daftar panjang film tidak bermutu di Indonesia. Setelah Hantu Datang Bulan, Arwah Goyang Karawang, dan lain-lain yang dari judulnya saja sudah tidak enak untuk dinikmati saat ini muncul pula POCONG NGESOT.


Aneh benar-benar aneh. Notabene, film ini merupakan film komedi horror yang mungkin saja tujuannya memang dimaksudkan untuk “memplesetkan” sosok pocong dari apa yang telah tergambar di kepala orang Indonesia sehingga tujuan untuk menghibur tercapai. Tapi sayangnya, hal tersebut bagi saya justru benar-benar terlihat tolol, membodohi, dan membuat geli. Pocong yang telah terekam lekat di pikiran orang Indonesia sebagai hantu yang berjalan loncat, di film ini justru digambarkan dengan berjalan ngesot. Sungguh, harus berapa kali lagi perut saya sakit karena tertawa geli setiap mengingat kebodohan ini.


Untuk tujuan komersialisasi, film POCONG NGESOT mungkin saja bisa menutup balik ongkos produksi ditambah dengan keuntungan yang telah ditargetkan. Namun sekali lagi, hidup tidak hanya melulu tentang tujuan komersial (urusan uang), tapi ada kewajiban yang lebih luhur, diantaranya adalah kewajiban moral untuk memberikan pengajaran atas apa yang akan disampaikan kepada khalayak. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang belum menyadari pentingnya hal ini, terlebih kebutuhan akan hiburan sangat tinggi, sehingga menjadikan film-film horror masih menjadi pangsa pasar yang sangat menjanjikan bagi rumah produksi.


Menjadi kewajiban bersama bagi kita sebagai konsumen untuk pintar-pintar memilih tontonan yang berkualitas, tidak sekedar menghibur, tetapi juga yang bisa memberikan kita banyak pelajaran. Dan yang harus menjadi perhatian serius bagi para insan perfilman adalah untuk tidak sekedar membungkus hasil karya mereka, tetapi juga mengisinya dengan sebenar-benarnya isi, tidak membohongi juga tidak menutupi. Sekali lagi, hukum penawaran permintaan berlaku di sini, selama kebutuhan atau permintaan atas film-film horror di masyarakat masih tinggi, tentunya rumah produksi dengan senang hati pasti akan memenuhinya.

2 komentar:

Qohizah el Wafa mengatakan...

Nice script k wil..
Sprti kata Nicholas Saputra di Workshop WMM bahwa film indonesia telah maju secara kuantitas tapi tidak banyak secara kualitasnya,jadi disinilah dibutuhkan peran serta penikmat film di Indonesia untuk dapat memilah mana film berkualitas dan tidak berkualitas.

Thumbs up d:)b

Wilis Windar Astri mengatakan...

Yups, sepakat. Telah banyak pula film yang berkualitas. Tinggal pilihan berada di tangan peikmat film itu sendiri.
Selamat jadi penikmat film yg cerdas. Cerdas filmnya, cerdas orangnya ^^